
KELILING KOTA: Wali Kota Batu, Nurochman bersama jajaran Forkopimda Kota Batu saat berkeliling Kota Batu melakukan pengecekan tempat wisata beberapa waktu lalu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
MALANG POST – Penyusunan Perda Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Rippda) harus dilakukan penuh ketelitian dan kehati-hatian. Sebab Kota Batu memiliki kebutuhan dan karakteristik yang tidak bisa disamaratakan dengan daerah lainnya.
Karena itu, dokumen perencanaan harus dilandaskan pada kondisi riil daerah. Dengan menggali karakteristik dan potensi yang ada agar tak mereduksi nilai-nilai kultural yang tumbuh di dalamnya. Untuk itu, kajian perencanaan harus dikerjakan secara seksama dan holistik.
“Pada tahap perencanaan harus melibatkan beragam kalangan, khususnya pelaku pariwisata. Sebagai induk pedoman maka harus memayungi semua elemen. Jangan main-main dalam mengerjakan perencanaan Rippda,” tutur Wali Kota Batu, Nurochman.
Dia memaparkan, ada empat item yang harus ditampung dalam penyusunan Rippda. Keempatnya meliputi destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran pariwisata dan kelembagaan pariwisata.
Dimana dalam tiap aspek itu dibagi lagi dalam sub aspek. Seperti destinasi pariwisata meliputi penentuan destinasi wisata kota, kawasan strategis pariwisata kota, daya tarik pariwisata kota, dampak lingkungan, partisipasi masyarakat, pusat pelayanan primer dan sekunder. Aspek industri pariwisata mencakup kredibilitas, kualitas dan standarisasi.
Berikutnya, pemasaran pariwisata meliputi proyeksi wisatawan dan demografis pengunjung. Lalu aspek kelembagaan yang terdiri dari organisasi kepariwisataan baik privat maupun publik.
“Keempat aspek yang dijabarkan dalam tiap-tiap komponen itu harus diikuti pula dengan langkah strategis untuk merealisasikannya,” imbuh Cak Nur sapaan Nurochman.
Lebih lanjut, dia juga menyampaikan, penyusunan Rippda juga harus melihat kondisi geografis Kota Batu yang merupakan bagian dari Kawasan Malang Raya. Pengembangan pariwisata di Kota Batu tak bisa parsial. Sehingga perlu pemikiran holistik integratif yang mempertimbangkan arah pembangunan daerah penunjang lainnya, seperti Kabupaten Malang dan Kota Malang.
“Kepariwisataan itu tanpa batas. Kota Batu tidak bisa berjalan sendiri tanpa memperhatikan pertumbuhan di daerah yang berbatasan langsung. Termasuk juga di dalamnya ada wilayah hutan yang dikelola Perhutani,” tutupnya. (Ananto Wibowo)