MALANG POST – Berawal dari aduan masyarakat, Warung Kopi Cetol yang ada di Gondanglegi, sudah ditertibkan oleh Satpol PP Kabupaten Malang dan Polres Malang.
Warung yang berada di dalam Pasar Gondanglegi itu, adalah warung-warung kopi pangku atau kopi cetol. Banyak dikeluhkan masyarakat karena dianggap sebagai tempat prostitusi terselubung.
Kepala Bidang Penegakan Perundang Daerah (P2D) Satpol PP Kabupaten Malang, Bowo menjelaskan, dasar operasi yang dilakukan penegakan peraturan daerah Nomor 11 tahun 2019 penyelenggaraan ketertiban umum. Soal pelanggaran perbuatan asusila dan prostitusi terselubung. Apalagi juga melibatkan anak-anak di bawah umur.
“Total ada 25 warung yang beroperasi. Masing-masing minimal ada 1-2 pramusaji.”
“Mulai pramusaji sampai pengunjung, diarahkan ke Kantor Kecamatan untuk dilakukan tes urine, dengan hasil semua negatif,” katanya.
Sedangkan anak-anak yang di bawah umur, tambah Bowo, ada tujuh anak yang diarahkan ke Unit PPA Polres Malang.
Sementara itu, Kanit PPA Polres Malang, Aiptu Erlehana menjelaskan dari hasil identifikasi, ada 37 orang yang terkena razia di Kopi Cetol Gondanglegi. Tujuh diantaranya sebagai anak di bawah umur. Kemudian mereka diarahkan ke PPA untuk identifikasi lebih lanjut.
“Identifikasi lanjutan memang harus segera dilakukan, karena mereka akan diberikan pendampingan yang melibatkan Dinas Sosial dan UPT PPA Kabupaten Malang,” jelasnya.
Aiptu Leha menambahkan, setelah coba ditelusuri, sebenarnya orang tua mereka tidak tahu yang dilakukan. Tahunya anak-anak mereka bekerja di toko atau menjadi ART.
Selain itu, jelasnya, anak-anak yang terlibat dalam prostitusi, seperti yang terjaring dalam penertiban Kopi Cetol Gondanglegi itu, berasal dari keluarga yang kurang mampu. Mereka ingin memenuhi keinginannya dari uang yang dihasilkan.
“Secara keseluruhan, kasus yang ditangani total ada 11 kasus prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur.”
“Sampai saat ini, ada tujuh perkara yang sudah dilimpahkan ke Kejaksaan. Sedangkan empat perkara lainnya masih dalam proses penyidikan,” imbuhnya.
Sedangkan Social Worker, Rinekso Kartono menambahkan, sebenarnya soal prostitusi ini bukan satu hal yang baru dan yang disayangkan, memang adanya anak-anak di bawah umur yang terlibat.
“Hal itu terjadi karena keterbatasan ekonomi, di tengah anak-anak yang banyak keinginannya untuk flexing,” katanya.
Rinikso menambahkan, sebenarnya yang perlu diatasi bukan hanya warung-warung, tapi justru rumah-rumah musik, yang sangat potensial adanya kegiatan prostitusi. (Wulan Indriyani/Ra Indrata)