MALANG POST – Secara arti, Rabu Wekasan adalah hari Rabu terakhir. Yang menjadi salah satu acara tradisi, digelar setiap Rabu terakhir di bulan Safar.
Banyak mitos dan kepercayaan terkhusus di kalangan masyarakat Jawa dan Arab, perihal Rabu terakhir di bulan Safar (Jawa, Sapar) sebagian dari mereka menganggap bulan Safar adalah bulan sial.
Hal ini seperti masyarakat jahiliyah kuno, termasuk bangsa Arab, yang sering mengatakan bahwa bulan Safar adalah bulan sial.
Sebagaimana yang ditulis oleh Ustadz Yusuf Suharto dalam Penjelasan Mengenai Rebo Wekasan, tasa’um (anggapan sial) ini telah terkenal pada umat jahiliyah dan sisa-sisanya masih ada di kalangan umat Islam hingga saat ini.
Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda: “Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Safar.
Menghindarkan dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa”. (HR Imam al-Bukhari dan Muslim).
Ungkapan hadits laa ‘adwaa’ atau tidak ada penularan penyakit itu, bermaksud meluruskan keyakinan golongan jahiliyah, karena pada masa itu mereka berkeyakinan bahwa penyakit itu dapat menular dengan sendirinya, tanpa bersandar pada ketentuan dari takdir Allah.
Sakit atau sehat, musibah atau selamat, semua kembali kepada kehendak Allah. Penularan hanyalah sebuah sarana berjalannya takdir Allah.
Namun, walaupun keseluruhannya kembali kepada Allah, bukan semata-mata sebab penularan, manusia tetap diwajibkan untuk ikhtiar dan berusaha agar terhindar dari segala musibah.
Dalam kesempatan yang lain, ulama kharismatik alm. KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen untuk Rabu wekasan juga menganjurkan untuk salat empat rakaat sebagaimana dinukil dari YouTube ppalanwarsarang.
Masing-masing rakaat salat membaca surah Al-Kautsar 17 kali, Al-Ikhlas lima kali, Al-Falaq satu kali, dan An-Nas satu kali. Kemudian ia menjelaskan alasannya.
“Kalau kamu mau membaca (Al-Kautsar) 17 kali, maka kamu akan hidup enak, dan orang yang memusuhimu akan tertumpas,” jelas KH Maimun Zubair atau biasa di sebut Mbah Moen.
“Setelah itu membaca surah Al-Ikhlas lima kali dengan tujuan kepada Allah. Karena orang sudah dekat dengan Allah, maka itu hal baik dan insyallah pasti akan baik baik saja,” kata kyai yang dulu memimpin Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Anwar Sarang, Rembang.
Mbah Moen juga pernah mengatakan, alasan dinamakan Rebo Wekasan karena di bulan Safar. Arti Safar adalah kuning. Menurut orang Arab, setiap yang kuning artinya pucat.
“Nah kalau pucat itu kosong. Makanya menurut bahasa Arab shifrun itu kosong. Jadi seakan-akan bulan yang kosong itu bulan Safar. Seakan-akan Allah menciptakan bumi itu bulan Safar,” jelas Mbah Moen.
Menurut Mbah Moen, jika mengingat kejadian penciptaan, maka akan selamat dari segala bahaya dan bala. Itulah makna mengapa ritual Rebo Wekasan diadakan setiap tahunnya. Tandasnya. (M. Abd. Rachman Rozzi)