MALANG POST – Megahnya Pasar Induk Among Tani Kota Batu. Belum diikuti baiknya sistem pengelolaan sampah. Nampak di TPS3R yang ada di kawasan pasar tiga lantai itu, sampah dibiarkan menumpuk. Bau busuk yang berasal dari tumpukan sampah, langsung menyapa para pedagang dan pembeli.
Salah satu pedagang di Pasar Induk Among Tani, Umi Jamsari menyatakan, tumpukan sampah itu sudah dibiarkan begitu saja hampir satu bulan lamanya. Tidak diambil ataupun dikelola oleh petugas kebersihan pasar.
“Saya jualan pakaian di zona dua Pasar Induk Among Tani. Setiap hari kami selalu di suguhkan bau sampah yang sangat menyengat. Saat tanya ke pengelolaan pasar mereka seolah lepas tangan dan tidak mau tahu,” tutur Umi, Rabu, (5/6/2024).
Dia menambahkan, karena tumpukan sampah yang sudah mulai menggunung itu. Banyak lalat, nyamuk dan kutu yang berterbangan. Hingga menempel di pakaian yang dijualnya. Dampaknya pembeli enggan mampir ke kiosnya.
“Sampah yang menumpuk itu ngaruh ke pembeli. Setiap ada pembeli datang ke kios kami, mereka langsung mengeluhkan bau sampah. Kemudian mereka tidak jadi beli dan langsung pergi begitu saja,” ungkapnya.
Dengan situasi seperti ini, Umi mengaku dirinya cukup dibuat pusing. Pusing akan bau sampah yang dihirupnya setiap hari dan juga pusing karena sepi pembeli. Disebabkan karena bau busuk sampah yang ada di dekat kiosnya.
Lebih lanjut, dia juga menyampaikan, untuk masalah pengelolaan sampah, dulu sempat ada iuran. Namun sekarang sudah tidak ada lagi. Dalam iuran sampah tersebut, pedagang dikenakan iuran untuk golongan basah Rp1.500 dan kering Rp1.000.
“Soal iuran sampah saya masih keberatan. Karena zona kering kan nyaris tidak ada sampah,” jelasnya.
“Kondisi pengelolaan sampah beda jauh dibandingkan dengan dulu saat sebelum pasar dibangun. Karena itu, kami berharap sampah-sampah itu bisa segera dikelola dengan baik dan diangkut. Sehingga tidak lagi menimbulkan bau busuk dan pemandangan tidak sedap,” tegasnya.
Menurut Umi, sampah menumpuk hingga menimbulkan bau bukan hanya terjadi kali ini saja di Pasar Induk Among Tani. Namun sudah berulang kali terjadi, hingga menimbulkan protes warga sekitar pasar.
“Ini sudah berulang kali terjadi. Kalau viral di media mereka bau mau bergerak. Kalau tidak viral mereka ya diam saja seperti ini. Dulu sempat didemo warga sekitar pasar juga. Apalagi dari tumpukan sampah itu, juga menimbulkan aliran air lindi kemana-mana,” imbuhnya.
Senada, pedagang lain di Pasar Sayur Kota Batu, yang enggan disebutkan identitasnya mengeluhkan hal sama. Dia mengeluhkan bau busuk yang berasal dari tumpukan sampah itu.
“Kios saya berdekatan dengan tumpukan sampah ini. Setiap hari baunya sangat menyengat. Dampaknya pembeli yang hendak berbelanja ke kios kami tidak jadi dan memilih putar balik,” tutur pedagang kelapa dan pisang itu.
Dia mengaku, bau busuk sampah itu menyengat hingga ke kediamannya yang berada di belakang Pasar Induk Among Tani. Dia melihat, petugas kebersihan hanya mewadahi sampah itu ke kantong besar berwarna hitam. Kemudian ditumpuk lagi di tempat yang sama.
“Sampahnya hanya diwadahi dan ditumpuk lagi. Kalau diprotes dan viral baru diangkut. Kalau kami diam saja, ya dibiarkan seperti ini,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua KSM Pasar Induk Among Tani, Didin Darianto mengatakan, pihaknya belum berani melaksanakan tugas pengelolaan sampah di TPS3R Pasar Induk karena masih ada polemik. Menurutnya ada beberapa oknum pedagang yang tidak menerima keberadaan KSM Pasar Induk Among Tani.
“Kami KSM yang terbentuk dari hasil musyawarah perwakilan semua zonasi, Kepala UPT Pasar dan Kepala Diskoperindag sudah dimandatkan. Dengan bekal aturan dan SK UPT/Diskoperindag Kota Batu,” jelasnya.
Didin berharap, Kepala Diskoperindag Kota Batu atau Kepala UPT pasar, bisa segera membuat surat sosialisasi lagi kepada pedagang. Perihal keberadaan dan status juga fungsi tugas KSM Pasar Induk Among Tani.
Menurutnya, ketika pedagang sudah menerima sosialisasi tersebut. KSM akan mau bergerak sesuai tugas dan fungsi sebagai KSM. Untuk pengelolaan sampah di Pasar Induk Among Tani.
“Sehingga sampah di pasar bisa teratasi bersih. Pedagang dan pengunjung akan lebih nyaman. Tidak terganggu dengan keberadaan pemandangan sampah yang menumpuk dan berbau,” tutupnya. (Ananto Wibowo)