![](https://malang-post.com/wp-content/uploads/2024/05/WhatsApp-Image-2024-05-10-at-08.19.16_6103857b-1024x576.jpg)
MALANG POST – Terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri dan cemas berlebihan, bisa memicu gejala skizofrenia. Terutama sekali ketika banyak hal yang direncanakan, tidak bisa dicapai.
Elsa Purnama, survivor skizofrenia, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk, menceritakan, awal terdiagnosa tahun 2018, ketika banyak hal yang tidak bisa dicapai.
“Sampai saat ini, sebenarnya masih sering kambuh. Hanya saja, saya sudah mulai berdamai. Perlahan bisa mengendalikan stres dengan baik, salah satunya dengan berolahraga,” katanya di acara yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Jumat (10/5/2024).
Elsa juga mengatakan, dia terus berjuang sampai sembuh. Pihaknya juga ada keinginan kuat sekaligus dukungan dari keluarga.
“Tapi memang perlu menenangkan diri dulu selama beberapa saat. Kalau dipaksakan beraktivitas, membuat kondisi semakin buruk,” sebutnya.
Psikolog RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawang, Daisy Prawitasari Poegoeh, mengatakan, stres sebagai suatu kondisi yang tidak bisa dihindari. Untuk mengendalikannya, butuh support system seperti keluarga.
“Gaya hidup sehat, sebagai satu cara untuk menghindari bahkan melepaskan stres. Karena setiap setiap orang rentan terkena stres. Tidak pandang gender,” ujarnya.
Adanya perubahan karakter pada seseorang yang menjurus ke kondisi stress, lanjut Daisy, bisa dibilang sebagai warning bagi orang di sekitar.
Kata Daisy, hendaknya kita lebih aware menunjukkan kepedulian pada orang terdekat. Karena bisa saja itu membuat mereka lebih tenang.
“Sebab salah satu dari warning sign itu, kondisi perubahan kepribadian dari extrovert ke introvert atau sebaliknya. Hal itu tidak hanya harus disadari diri sendiri, tapi juga orang lain,” sebutnya.
Pendekatan bisa dilakukan pada yang bersangkutan. Bisa dengan mengajak diskusi secara rasional, bantu untuk manajemen stresnya. Bisa juga melakukan beberapa hal untuk mengembalikan optimisme melanjutkan hidup.
Daisy juga turut menyinggung terkait maraknya penggunaan media sosial. Bisa ditemukan komentar negatif para survivor gangguan mental.
“Hendaknya bisa lebih mengontrol, apa yang akan kita ketik disana. Jangan sampai judging berlebihan, yang membuat mereka lebih terdiskriminasi, hingga ada indikasi bunuh diri,” tegasnya. (Faricha Umami – Ra Indrata)