
Malang Post – Surat Edaran Menteri Agama RI, yang mengatur pengeras suara selama Ramadan, bukan untuk melarang. Melainkan sekadar membatasi penggunaannya.
Artinya, setiap masjid atau musala tidak dilarang menggunakan pengeras suara luar. Tapi ada aturan jam yang membatasi, tidak sampai larut malam. Itu pun pengeras suara dalam, masih terus bisa digunakan.
Hal itu ditegaskan Kasi Bimas Islam Kankemenag Kabupaten Malang, H. Ahmad Fanani, ketika menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Rabu (13/3/2024).
Sosialisasi SE Nomor 5 yang dikeluarkan Menteri Agama RI, juga sudah dilakukan melalui Dewan Masjid Indonesia di wilayah Kabupaten Malang. Terlebih, SE itu sudah terbit sejak 2022 lalu.
“Jadi sebenarnya, juga untuk mengantisipasi adanya sahut-sahutan antar masjid, sehingga justru tidak jelas diperdengarkan.”
“Selain itu, tujuan untuk mewujudkan ketentraman dan kebersamaan, mengingat masyarakat di Indonesia ini beragam,” tambahnya.
Fanani mengakui, di masyarakat terjadi pro dan kontra. Tapi yang perlu diingat, sekarang ini dalam suatu wilayah bisa sampai 3 atau 4 musala.
“Jadi kalau sampai semua menggunakan speaker luar, maka akan kurang jelas lantunan yang disampaikan. Sehingga syiar Islam tidak tersampaikan dengan baik,” katanya.
Pakar Sosiologi UNMER Malang, Dr. Catur Wahyudi juga punya pendapat senada. Dengan adanya aturan soal penggunaan pengeras suara di masjid, tentu tidak semua masyarakat menerima. Ada sebagian yang beranggapan, kalau penggunaan pengeras suara sudah menjadi tradisi sejak dulu.
“Bahkan ada juga orang-orang yang meyakini, ketika mendengarkan orang mengaji, maka pahala yang diterima sama. Maka dari itu, kurang setuju dengan pembatasan,” tandasnya.
Tetapi dengan adanya pengaturan soal penggunaan pengeras suara di masjid, tambah Dr. Catur, dinamika masyarakat yang tumbuh lebih banyak dan tentunya beragam.
Dengan kondisi itu, masih katanya, untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan bersama, dibuatkan surat edaran tersebut. Dan tahun ini, bukan sebagai yang pertama kali.
“Tapi alangkah lebih baik pengaturan itu kedepannya, mengatur lebih universal. Jadi tidak pada agama tertentu saja,” sebutnya. (Wulan Indriyani – Ra Indrata)