Malang Post – Melalui media sosial, banyak terjadi kasus pembunuhan sadis, di mana pelaku tega memutilasi korbannya. Terakhir, kasus pembunuhan yang dilakukan seorang suami kepada istrinya di Malang, sempat menggegerkan publik.
Di tengah arus informasi yang begitu cepat, adakah pemberitaan di berbagai media online menjadi inspirasi seseorang untuk melakukan tindak kejahatan?
Menanggapi hal ini, Adhyatman Prabowo, S.Psi., M.Psi., psikolog dan juga dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyampaikan, kecil kemungkinan media memberikan efek terhadap seseorang, untuk meniru kejahatan yang sama.
“Pemberitaan pada media massa, sangat kecil kemungkinannya membuat orang dewasa untuk meniru atau menjadikan motivasi dalam bertindak untuk hal yang serupa,” ucapnya.
Dalam teori sosial learning Albert Bandura, katanya, manusia mengambil informasi dan memutuskan tingkah laku, yang akan diadopsi berdasarkan lingkungan dan tingkah laku orang lain yang ada disekitarnya.
Namun teori tersebut, berlaku untuk anak-anak yang masih belum bisa menyaring segala informasi yang didapatkan dari media sosial, atau media massa dengan benar dan bijak.
“Tidak berlaku bagi orang dewasa yang sudah dibekali pengetahuan, cara berpikir dan norma sosial. Yang secara otomatis akan menyaring berbagai informasi, serta sudah dapat memutuskan mana yang baik dan tidak baik untuk dilakukan,” tambahnya.
Ia pun menjelaskan, pada dasarnya, secara umum ada dua motif atau perilaku individu ketika mengalami kejadian yang mendadak dan alasan seseorang bisa melakukan pembunuhan hingga memutilasi korbannya.
Pertama, pelaku ingin menghilangkan barang bukti. Atau tidak ingin memperlihatkan bahwa dia telah membunuh dengan melakukan pemotongan tersebut.
“Bisa dibilang, hal itu murni sikap untuk membela diri. Karena bisa jadi awalnya pelaku tidak berniat membunuh. Namun korban sudah terlanjur kehilangan nyawa. Kedua, faktor psikologi seperti traumatis, seksual, dan permasalahan yang belum selesai,” sebutnya.
Dalam pandangan psikologi, khususnya permasalahan keluarga, bisa disebabkan oleh banyak hal. Misalnya karena stres dan tekanan hidup yang dialami.
Maka dari itu, peran komunikasi sangat penting dalam menjalin hubungan. Jika komunikasi antar pasangan terjalin dengan baik, maka saat mengalami permasalahan dalam rumah tangga, kedua belah pihak bisa mengambil keputusan secara rasional tanpa emosional.
Adi berpesan untuk memahami pentingnya menjaga kesehatan mental. Secara sederhana, kesehatan mental diawali bagaimana cara berpikir, mengelola emosi, bersosial dan berperilaku.
Jika ada masalah dengan pasangan ataupun keluarga, sebaiknya segera diselesaikan. Masalah yang ditunda tanpa adanya penyelesaian akan menjadi rumit dan akhirnya sulit untuk diatasi.
“Lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan sekitar, seperti mengikuti kegiatan positif atau saling sharing kepada orang terdekat yang dipercaya. Tujuannya untuk sedikit mengalihkan atau mengurangi beban yang sedang dialami. Ini bisa menjauhkan diri dari hal-hal negatif pemicu kejahatan,” pungkasnya. (M. Abd. Rahman Rozzi)