Malang Post – Komunitas jaringan GUSDURian, bersama Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, menggelar seminar bertemakan: “Demokrasi dan Pemilih Bermartabat untuk Mewujudkan Keadilan dan kesetaraan”. Berlangsung di Fakultas Humaniora UIN Malang, Rabu (13/12/2023).
Dihadiri ratusan mahasiswa, kegiatan ini dalam upaya menguatkan nilai pemikiran dan keteladan Gus Dur di lingkungan kampus.
Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, Prof. Dr. HM. Zainuddin, MA, saat membuka seminar mengaku mengenal Gus Dur, sejak tahun 80-an ketika menjadi aktivis pergerakan di Jogjakarta, dalam berbagai even seminar dan diskusi.
Bahkan bersama teman-teman yang lain, Prof Zainuddin juga tergabung dalam kelompok SGPC (Study Group for Peace and Culture) saat itu. Mengikuti perkembangan politik Orde Baru dan Islam Indonesia, dari para tokoh NGO yang dimotori oleh Gus Dur ini.
Ia menceritakan, ada seorang aktivis pergerakan sejak tahun 80-an, membagikan pengalamannya mengenal KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Sebagai tokoh spiritual dan politisi Indonesia, yang menginspirasi banyak kalangan.
“Sebagai salah satu tokoh yang memiliki peran signifikan dalam perjuangan melawan rezim Orde Baru, Gus Dur dikenal dengan pendekatan politiknya yang unik dan cenderung kontroversial,” katanya.
Gus Dur, tambahnya, menjadi pusat perhatian kelompok aktivis yang tergabung dalam SGPC (Study Group for Peace and Culture) di Jogjakarta. Mereka mengikuti perkembangan politik Orde Baru dan Islam Indonesia melalui seminar, diskusi, serta melalui para tokoh NGO yang dimotori oleh Gus Dur.
Beberapa nama seperti Dawam Raharjo, Nur Cholish Majid, Muslim Abdurrahman, Jalaluddin Rahmat, Romo arief Budiman dan lainnya, menjadi penggerak pergerakan ini.
Pada masa-masa sulit, Gus Dur menjadi sumber inspirasi dengan bicara strategi politik menghadapi tekanan politik Orde Baru.
Dalam pertemuan eksklusif di rumah Saiful Mudjab, seorang tokoh NU di Jogjakarta, Gus Dur berbagi pandangannya tentang peta politik Islam Indonesia.
Era tersebut penuh tekanan politik, di mana banyak tokoh pergerakan dan aktivis ditangkap oleh rezim.
Gus Dur menunjukkan sikapnya yang cinta damai, anti kekerasan dan humanistik, yang kemudian menjadi ciri khas tren politiknya.
“Meskipun kontroversial, Gus Dur berani melawan mainstream. Contohnya, saat hampir semua orang mengutuk tindakan kontroversial Arswendo Atmowiloto dan Inul Daratista, Gus Dur justru membela mereka,” imbuhnya.
Tren politiknya mengedepankan moralitas politik, bukan kepentingan pribadi atau institusi. Gus Dur meyakini bahwa Islam akan menjadi besar jika diutamakan sebagai moralitas. Gus Dur terkenal dengan strategi komunikatif-akomodatif, atau politik silaturahmi.
Gus Dur, ujar Rektor UIN, menjalin hubungan baik dengan berbagai tokoh. Termasuk lawan politik seperti Soeharto dan Megawati.
Bahkan, lanjutnya, setelah menjadi presiden, silaturahimnya tetap lestari, termasuk berziarah ke berbagai makam.
Sebuah contoh menarik adalah kunjungan Gus Dur ke makam Wali Makhdum di Purwokerto, yang membuat tempat tersebut menjadi destinasi wisata religi setelahnya.
Reputasi Gus Dur sebagai tokoh demokrat, diakui tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di dunia internasional.
Pesan dari Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton, kepada Gus Dur, mencerminkan pengakuan akan peran Indonesia dalam memadukan Islam dan demokrasi.
Gus Dur dikenal sebagai politisi jenaka dengan humor yang mengena. Joke-joke-nya mengangkat semua masalah dengan ringan, menciptakan suasana yang santai.
Kepekaannya terhadap humor dan warisan sastra Abbasiyah menjadikan Gus Dur tokoh yang unik dan penuh kearifan.
Sebagai pemimpin yang demokratis, humanis, dan moderat-inklusif, Gus Dur terus menjadi inspirasi bagi banyak orang. Meskipun telah tiada, pemikiran dan kontribusinya yang besar tetap meninggalkan jejak dalam sejarah Indonesia.
“Gus Dur, seperti yang diungkapkan oleh seorang pengamat, adalah catatan dan idenya dalam buku besar yang disebut dunia ini,” tandasnya dalam penyampaian pandangannya tentang gusdur (M. Abd Rahman Rozzi)