Malang Post – Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana Kartika, mengkritik pedas dan keras terhadap Pemkot Malang. Terkait penertiban reklame oleh Satpol PP dan tim gabungan pada Kamis (16/11/2023) kemarin.
Itu setelah reklame berukuran besar, yang bergambarkan simbol parpol dan Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarno Putri, disikat tim gabungan. Karena dinilai menyalahi aturan Perda.
Kata Made, seharusnya sebelum ada penertiban, terlebih dahulu diawali dengan komunikasi. Karena yang mereka ‘sikat habis’ menyangkut simbol parpol dan Ketua Umum parpol. Yang bisa menimbulkan sensifitas tersendiri bagi kader partai.
“Kami berharap kalau memang ada penertiban, dilakukannya secara adil tanpa tebang pilih. Penertiban kemarin (Kamis, 16/11/2023) memicu perbedaan persepsi. Kami menilai (pemasangan APSBK) boleh, karena yang empunya rumah mengizinkan,” tegas Made.
Akibat penertiban reklame itu, pihaknya mendapatkan teguran pusat. Apakah salah penempatan atau karena apa. Padahal tempat itu adalah dianggap tempat pribadi (privasi).
“Tapi sama Satpol PP dan tim gabungan dinilai melanggar. Kami mohon jenis pelanggarannya dimana, bisa didiskusikan dan dikomunikasikan sebelumnya. Kami ini senantiasa mentaati peraturan,” kata dia.
Simbol partai dan bendera partai maupun gambar Ketua Umum parpol, Made menyebutkan, hendaknya harus dijaga benar. Sekiranya dipandang melanggar dan ditertibkan, diharapkan bisa dikomunikasikan terlebih dahulu.
“Sejauh ini kami belum pernah diajak komunikasi atau mendapat laporan. Manakala memang ada APSBK yang kami pasang dinilai melanggar, tolong ditunjukkan. Karena APSBK yang terpasang bukan di tempat larangan. Semisal taman, menempel di pohon atau pun di trotoar,” ucap Ketua DPC PDI-P Kota Malang.
Kalau memang Pemkot Malang berkeinginan menertibkannya secara adil dan merata, pihaknya tetap mempersilahkan karena memang kewenangan mereka. Hanya saja diminta untuk tidak tebang pilih.
“Kami melihat di seberang stasiun Kota Baru (APSBK) milik partai diturunkan. Akan tetapi, ditempat lainnya ada pembiaran. Tidak diturunkan, padahal sama-sama diyakini dinilainya melanggar Perda,” pungkasnya. (Iwan Irawan – Ra Indrata)