Malang Post – Ratusan ojek online (ojol) se Malang Raya, baik Gojek, Grab, Maxim, InDriver dan lainnya. Tumpek blek menyuarakan aspirasi rasa keadilan. Sekaligus meminta bantuan pengawalan kepada Pemkot Malang. Pasalnya, aplikator (penyedia) jasa ojol dinilai telah melakukan kecurangan.
“Kami merasa dirugikan, kurang adil dan tidak tranparan dalam menjalankan bisnisnya. Lebih parah lagi, SK Gubernur Jawa Timur tidak dijalankan oleh aplikator setelah ditetapkannya,” kata Sugianto, salah satu presidium dari kelompok ojol. Saat audiensi dengan Wali Kota Malang, Drs H Sutiaji di ruang sidang Balai Kota Malang, Senin (18/09/2023).
Pokok permasalahan yang disuarakan ratusan ojol se Malang Raya, kata Sugianto, lebih menitikberatkan pada tarif, potongan hingga 20 persen serta adanya potongan ulang sewaktu dapat order dari pelanggan.
“Kami mencontohkan, ada salah satu teman ojol saat di lapangan. Untuk bisa mendapatkan ongkos antar jemput sebesar Rp10.800, utuh waktu tiga jam. Kilometer perjalanan yang harus ditempuh 17,3. Diperkirakan menghabiskan bensin satu liter pertalite,” ucap dia.
Jika dikalkulasi secara materi, lanjut Sugianto, sama halnya ojol tersebut hanya mendapatkan keuntungan sebesar Rp800. Jadi agar bisa mendapatkan Rp800 butuh waktu tiga jam.
“Pastinya kami nilai ini tidak sesuai. Belum risiko lainnya, terjelek bila perlu resiko nyawa menjadi taruhannya,” bebernya.
Melihat kondisi seperti ini, disebutkan oleh Sugianto, pihak aplikator beraninya menyampaikan tarif dasarnya Rp2.500. Padahal fakta di lapangan yang terjadi dan dirasakan selama ini, minimal Rp3.800.
“Hal inilah yang membuat kami tidak habis pikir dan merasa dirugikan. SK Gubernur tidak dijalankan, tarif dasar tidak sesuai dan banyaknya potongan. Kami berpikiran mereka (aplikator), mau mematuhi aturannya siapa lagi,” cetusnya.
Menanggapi hal itu, Wali Kota Malang, Drs H Sutiaji meminta apa yang menjadi ketetapan aturan regulasi pemerintah. Itulah yang mesti dijalani dan dipatuhi. Diharapkan dengan tidak terjadi ketimpangan sosial ekonomi.
“Kita akan melaporkan kepada Pemprov Jawa Timur, Kementerian terkait, serta melaporkan ke Komnas HAM. Kita secara kewenangan hanya bisa melaporkan apa yang diaspirasikan oleh teman-teman ojol. Semoga lekas ada solusi yang terbaik,” ujar Sutiaji.
Kepala Dishub Kota Malang, Widjaja Saleh Putra menambahkan, tugas dan kewenangan daerah hanya melaporkan dan mendata atau pemetaan di lapangan.
“Kita lakukan pemetaan, sejauh mana kondisi ojol di daerah. Jumlah ojol secara keseluruhan dari aplikator terdapat berapa. Hasil dari aspirasi ojol, kita laporkan ke provinsi. Selebihnya belum berani berbicara terkait bantuan anggaran atau lainnya. Itu mutlak kewenangan Pemprov,” tambahnya. (Iwan – Ra Indrata).