Malang Post – Kondisi keseharian yang tak sepenuhnya berada, bukan menjadi penghalang bagi Thoyyibah (35) berbuat kebaikan bagi lingkungan sekitar. Hidup seadanya, perempuan ini tak lelah menebar kemanfaatan bagi masyarakat di dusun tempat tinggalnya.
Thoyyibah adalah seorang guru TPQ (Tempat Pendidikan Qur’an), di Desa Brongkal Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang. Sehari-hari, ia menempatkan waktunya mengajari anak-anak kampung sekitar belajar membaca qira’ati.
“Sejak tahun 2012, Saya sudah mengajar dan mengelola TPQ ini. Ya, menempati ruangan rumah ini. Dan, sebagian ruangan keluarga ada di belakang,” terang Thoyyibah, saat ditemui, kemarin.
Dalam sehari, lanjutnya, para santri diajari dalam dua waktu berbeda, sore dan dilanjutkan malam harinya, khusus untuk anak-anak usia SD. Saat ini, di TPQ yang dikelolanya, tercatat 35 santri yang setiap hari belajar dengan bimbingannya.
Ruangan untuk kegiatan belajar qira’ati ini, menempati bagian utama atau ruang tamu rumahnya. Tampak, sejumlah perabot ada di ruangan ini. Beberapa bagian pojok atap gentengnya juga terlihat berlobang, sehingga sinar matahari masuk ke bagian ruangan.
“Alhamdulillah, Saya masih bersyukur tempat ini masih bisa ditempati para santri saat musim kemarau. Tetapi, pas hujan, anak-anak kami pindah ke depan teras bangunan lain, atau masjid yang ada dekat rumah,” ungkapnya.
Ia mengaku, memang ingin rumahnya ditempati anak-anak mengaji. Sementara, jika menempati masjid, ia khawatir akan kebersihan dan tetap menjaga kesucian masjid, dari aktivitas anak-anak didiknya.
Dalam mengajari anak-anak, ia dibantu guru lain. Termasuk juga suaminya, Ahmad Hafidzuddin (53), yang hanya membantu mengajari mengaji santri saat malam hari.
Thoyyibah dan guru TPQ lainnya, boleh dibilang sangat telaten dan berdedikasi tinggi. Para santri yang belajar di tempatnya, tidak ada iuran wajib sama sekali.
Ia mengaku punya pengalaman berharga, ketika menerapkan iuran infaq kepada santri pada awal-awalnya. Meski infaqnya hanya sebesar Rp 3 ribu/bulan, ini berlangsung selama empat bulan saja.
“Sempat terkumpul Rp 150 ribu/bulan, karena santrinya ada 50 anak waktu itu. Tetapi, ada warga yang protes, akhirnya Saya bebaskan. Saya hanya bisa istighfar dianggap ambil gaji dari infaq anak-anak,” kenang Thoyyibah.
Padahal, menurutnya uang infaq santri yang terkumpul ini sempat digunakan membeli kitab qira’ati dan Al-Quran, karena memang belum punya. Dan, ini menurutnya sebagai amal jariyah anak-anak juga.
“Saya sempat sampaikan, mengajar karena lillahita’ala. Saya berharap mendapatkan syafaat nanti, dengan ilmu yang Saya ajarkan,” ujar perempuan yang juga jadi relawan kader kesehatan di desanya ini.
Selebihnya, kata Thoyyibah, sempat ada temannya yang jadi pekerja migran di luar negeri menawarkan sumbangan.
Selain itu, Sejak 2022, ia juga mendapatkan perhatian rutin dari lembaga amil zakat, yang memberinya bantuan insentif honor sesekali waktu. Juga, bantuan guru madin yang diperolehnya dari Kementerian Agama sejak 2021.
Meski demikian, yang masih menjadi pikirannya hingga saat ini, adalah kondisi bangunan tempat belajar para santrinya.
“Saya ingin, tempat di rumah ini lebih baik lagi untuk belajar anak-anak. Jadi, selain guru harus ramah, tempatnya juga harus nyaman dan aman bagi mereka. Saat hujan bercampur angin, kami jadi was-was,” harapnya.
Apalagi, tempat yang ditinggalinya juga ini belum pernah dibenahi sejak di bangun 52 tahun lalu. Saat terjadi gempa beberapa waktu lalu, mengakibatkan dinding bangunan rumah ini mengalami retak.
Sementara, bagian belakang rumah yang ditinggali Thoyyibah dan keluarganya sendiri, masih berdinding anyaman bambu dengan lantai masih tanah. Tempat tinggalnya, tepatnya di Dusun Sido Makmur RT 14/RW 01 Desa Brongkal ini.
Keluarga Thoyyibah, tercatat sebagai keluarga kurang mampu dan penerima manfaat (KPM) bantuan sosial Kementerian Sosial. Selain itu, anggota keluarganya juga tercatat sebagai penerima program Kartu Indonesia Sehat (KIS) dari pemerintah. (Choirul Amin)