
Malang Post – Kota Batu benar-benar darurat sampah. Penutupan TPA Tlekung yang jadi opsi terakhir mengatasi persoalan persampahan ditempat itu. Bukan malah menyelesaikan masalah, tapi malah membuat masalah baru.
Ini disebabkan karena warga belum siap untuk mengelola sampahnya secara mandiri. Mereka menilai keputusan penutupan itu sangat mendadak. Juga kurangnya sosialisasi hingga akhirnya masalah sampah jadi serunyam ini.
Jika tidak segera dicarikan solusi secepatnya. Dikhawatirkan Kota Batu bakal jadi kota lautan sampah. Bisa dilihat baru saja empat hari TPA itu ditutup, sampah-sampah sudah berceceran dimana-mana. Sampah-sampah itu dimasukkan ke dalam plastik berukuran besar. Lalu dibuang disejumlah selokan, pinggir-pinggir jalan hingga ke sungai di kawasan Kota Batu.
Salah satu warga Dusun Kapru, Desa Gunungsari, Kota Batu, Salma Safitri menceritakan, di TPST di Dusun Kandangan segunung sampah dibakar hingga menimbulkan asap pekat. Akibatnya menyebabkan jarak pandang kendaraan terganggu, karena pekatnya asap pembakaran.
“Kemudian di rumah saya, di halaman depan dan samping rumah juga banyak asap. Sumber asap itu ternyata dari tetangga belakang, yang sedang membakar segunung sampah di halaman rumahnya,” tutur Salma, Minggu (3/9/2023).
Dengan kondisi seperti itu, membuatnya serba salah. Jika ditegor akan membuat konflik antar tetangga. Sebab mereka juga bingung mau diapakan sampahnya. Situasi tersebut, menurutnya merupakan salah satu dampak ditutupnya TPA Tlekung secara mendadak.
Setelah ditutup, berbagai macam pertanyaan muncul dibenaknya. Salah satunya, apakah para Ketua RT/RW se Kota Batu sudah siap mengedukasi warganya, untuk memilah sampah serta mengelola sampah. Lalu bagaimana dengan kesiapan sarana dan prasarana pengelolaan sampah organik, skala rumah tangga, RT/RW hingga desa?.
“Kemudian bagaimana upaya edukasi masif kepada semua orang untuk memilah dan mengolah sampah dari rumah?. Termasuk edukasi kepada puluhan ribu wisatawan lokal maupun mancanegara yang menjejali Kota Batu tiap pekan,” tanyanya.
Menurutnya, penutupan TPA Tlekung secara mendadak. Tanpa kesiapan infrastruktur dan edukasi pemilahan sampah yang memadai. Sangat berpotensi menimbulkan chaos di masyarakat akar rumput.
“Dalam situasi seperti ini. Masyarakat hanya punya dua pilihan. Pertama membakar sampah. Ke dua membuangnya ke sungai atau pinggir-pinggir jalan,” tutur dia.
Dua situasi itu memiliki dampak yang sama-sama buruknya. Dimana pembakaran sampah menimbulkan polusi udara dalam jangka pendek. Kemudian jangka panjangnya, jumlah penderita kangker di Kora Batu akan meningkat karena asap pembakaran sampah. Terutama sampah plastik yang bersifat karsinogenik.
Sedangkan jika sampah dibuang di sungai. Pencemaran dan rusaknya ekosistem sungai akan semakin parah. Dampaknya tidak hanya buruk bagi warga Kota Batu. Namun juga dirasakan puluhan kabupaten/kota lain yang dialiri Sungai Brantas.
“Diakui atau tidak. Pemkot Batu tidak punya peta jalan yang jelas dalam menangani sampah. Bertahun-tahun program DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kota Batu hanya bersifat gimmick-gimmick saja. Tidak menyentuh akan masalah persampahan. Bahkan saat ini, dinas itu juga nampak tidak berdaya mengatasi permasalahan sampah,” tuturnya.
Dia menambahkan, di Kota Batu ini banyak pegiat lingkungan dan ahli pengelolaan sampah. Juga pegiat Forum Kota Batu Sehat dan Sabers Pungli sudah memberikan contoh pemilahan dan pengolahan sampah du RT/RW.
Sementara itu di salah satu grup media sosial Facebook, bernama Rembug Online Kota Batu banyak masyarakat yang berkeluh kesah soal sampah. Bahkan ada juga masyarakat yang meninggalkan komentarnya untuk membuang sampah di Balai Kota Among Tani saja.
“Buwak nak BO kok repot. Petugase ben tangi,” tulis akun bernama Putra Edwin, yang berarti sampahnya dibuang di Blok Office (Balai Kota Among Tani) saja. Petugasnya biar bangun.
Komentar tersebut juga ditanggapi oleh sejumlah warganet lainnya. “Masuk. Pickup isine sampah-sampah jejer jalan BO,” tulis akun bernama Thomthombest.
“Lha iki masuk. Cek gak dulinan candy crush ae lek rapat,” tulis akun bernama Agus Nurmuaziz.
Lalu ada juga yang menuliskan, “Harusnya dicarikan solusi terlebih dahulu, sebelum TPA ditutup. Kenapa di tutup dulu baru cari solusi,” tulis akun bernama Azka Rifki. (Ananto Wibowo)