Malang Post – Duka mendalam menyelimuti pasangan Imam Jazuli dan Vera Olivianawati. Seorang pasangan suami istri (Pasutri) asal Jalan Pertamanan, Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Dia harus kehilangan anak ke duanya, karena dugaan malpraktik di salah satu Rumah Sakit (RS) swasta setempat.
Anak kedua dari pasangan tersebut, Alvito Ghaniyyu Maulidan, usianya baru saja menginjak enam tahun. Namun dia harus menghembuskan nafas terakhir, karena dugaan malpraktik salah satu oknum tenaga kesehatan di RS swasta itu.
Imam Jazuli menceritakan, sebelum putranya wafat pada Rabu (14/6/2023) pada pukul 00.30 WIB. Pada hari Minggu (11/6/2023) putranya tidak mengeluhkan sakit apapun. Bahkan masih sempat bermain sepak bola dengan teman sejawatnya.
“Lalu pada hari Senin (12/6/2023) dia juga masih masuk sekolah seperti biasanya. Namun setelah pulang sekolah, dia mulai mengeluhkan pusing. Lalu diberi obat penurun panas oleh Mamanya,” tutur Imam Jazuli, Rabu (21/6/2023).
Kemudian pada Selasa (13/6/2023) Alvito sudah tidak nafsu makan. Dia hanya makan satu sampai tiga sendok saja. Dengan adanya hal itu, kondisinya terus menurun. Namun masih bisa berjalan.
Karena khawatir kondisi putranya terus menurun, Alvito dibawa ke RS untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik. Dia dibawa ke RS pada Selasa (13/6/2023) pukul 23.30 WIB.
“Setibanya di RS, putranya langsung mendapat penanganan. Dari hasil pemeriksaan petugas kesehatan, Alvito divonis kena sakit lambung,” kata dia.
Setelah pemeriksaan tersebut, putranya langsung dilakukan pemasangan infus. Setelah dipasang infus, Imam mengatakan jika kondisi tubuh putranya semakin segar. Bahkan dia juga sempat makan dan minum.
“Setelah itu, tiba-tiba anak saya mual dan mau muntah. Lalu saya sampaikan ke petugas yang berjaga. Kemudian oleh petugas itu dilakukan observasi. Setelah observasi, petugas tersebut membawa dua spet obat dan langsung menyuntikkan ke dalam cairan infus anak saya,” beber dia.
Dia tidak mengetahui obat apa yang disuntikkan ke putranya. Sebab petugas kesehatan itu tak meminta persetujuan terlebih dahulu kepadanya. Namun langsung menyuntikkan ke infus.
Lalu berselang lima menit kemudian, setelah disuntikkannya obat tersebut, tubuh putranya mengalami kejang-kejang dan membiru. Hingga putranya berteriak-teriak. Dengan adanya kondisi tersebut, dia langsung panik dan menanyakan ke petugas kesehatan.
“Dengan kondisi putra saya yang seperti itu. Saya langsung berteriak ‘bagaimana ini dok?’. Saya berteriak-teriak karena kesannya petugas kesehatan yang sedang berjaga membiarkan putra saya kejang-kejang. Dia tidak langsung merespon. Bahkan dia juga beralasan akan mengambil alat, namun tidak kunjung ada penanganan,” ungkap Imam.
Dengan kondisi tersebut, Imam semakin panik. Dia sangat sedih ketika mengetahui detak jantung putranya berhenti dan dinyatakan meninggal dunia. Sontak dia langsung menanyakan kondisi tersebut ke petugas yang berjaga.
“Karena panik saya kembali bertanya ke petugas ‘tadi anak saya kamu suntik apa?’ lalu petugas itu menjawab ‘hanya diberi suntik obat lambung’. Jadi putra saya tak bawa ke RS jam 22.30 lalu pada Rabu pukul 00.30 WIB meninggal dunia. Sekitar 2 jam di rumah sakit, kondisinya malah makin buruk,” katanya.
Karena nyawa putranya sudah tak tertolong, akhirnya Imam langsung membawa pulang jenazah putranya ke rumah duka. Lalu langsung dimakamkan pada pagi harinya.
Lebih lanjut, Imam juga meminta penjelasan pihak RS, apa penyebab kematian putranya berdasarkan hasil rekam medis. Namun sayangnya, hasil rekam medis itu tak sesuai dengan kejadian sebenarnya.
“Contohnya waktu anak saya kejang setelah diberi suntikan obat, itu hanya berjeda 5 menit. Tapi dari hasil rekam medis ditulis 20 menit. Itu yang membuat saya tidak puas dan meminta hasil rekam medis direvisi,” tegas dia.
Kemudian setelah dirinya meminta rekaman CCTV kepada pihak RS. Pihak RS mengaku jika CCTV tidak aktif pada saat itu atau dalam keadaan mati. Dengan adanya hal tersebut, membuat dirinya makin bertanya-tanya.
“Saya hanya ingin tahu fakta sebenarnya kenapa putra saya meninggal dunia. Namun kok pihak RS malah berbelit-belit. Mulai rekam media tak sesuai jam dan CCTV mati. Harapan saya dinas terkait maupun pemerintah mengaudit kinerja rumah sakit agar lebih profesional menjalankan SOP,” tegasnya.
Hingga saat ini, keluarga Imam Jazuli belum mendapatkan keterangan secara resmi dari pihak RS. Untuk memastikan penyebab pasti putranya meninggal dunia. Dengan adanya hal itu, dia berencana membawa persoalan tersebut ke ranah hukum
“Saya punya rencana membawa ke ranah hukum. Namun saya akan lakukan koordinasi dahulu dengan keluarga,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, drg Wiyanto Wijoyo menyampaikan jika pihaknya baru mengetahui hal tersebut. Informasi itu dia dapatkan dari Polsek Karangploso.
“Kami akan cek dulu seperti apa. Sebab kejadian seperti ini bisa disebabkan karena beberapa faktor. Kami juga belum mendapatkan laporan dari pihak rumah sakit,” ungkapnya. (Ananto Wibowo)