Malang Post – Sebuah museum harus mempunyai masterpiece. Yaitu, koleksi unggulan. Sesuai aturan pemerintah, itu jadi salah satu syarat untuk pendirian museum.
Terus, koleksi unggulan itu syaratnya harus seminim mungkin bendanya. Kalau bisa satu-satunya di dunia. Apakah itu ada di Museum Mpu Purwa Kota Malang?
Menurut Rakai Hino Galeswangi, arkeolog yang juga penulis buku Masterpiece Museum Mpu Purwa, kalau yang satu-satunya di dunia, ditemukan tiga koleksi. Yaitu, Prasasti Muncang, Prasasti Dinoyo 2 dan Prasasti Kanuruhan.
Ketiga prasasti itu menceritakan tentang Kota Malang di masa klasik atau ketika kerajaan Hindu Budha. “Sedang koleksi lainnya bukan satu-satunya di dunia, tetapi bisa satu-satunya di Indonesia, Jawa, Jatim ataupun Malang Raya. Kurang lebih koleksi itu ada sepuluh,” ujar Rakai Hino saat rehat pada kegiatan Seminar Masterpiece Museum Mpu Purwa, Kamis (4/5).
Meski banyak koleksi unggulan, namun yang dikupas dalam seminar kali ini hanya tiga koleksi. Yaitu: Arca Agastya, Arca Aksobaya dan Prasasti Kanuruhan/Bunul.
Dijelaskannya, seminar masterpiece seperti inj banyak manfaatnya. Tidak hanya terkait wisata, tetapi juga terkait edukasi dan tradisi atau budaya. Dari sisi edukasi, ketika para siswa atau masyarakat diajak ke museum ini, maka mereka akan bisa langsung melihat dan mengetahui sejarah.
Misal, masuknya Hindu-Budha ke Indonesia, masuknya melalui salah satu aliran atau sekte. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya Arca Agastya.
Masyarakat juga bisa melihat hari jadi Desa Bunulrejo. Itu diambil dari mana. Ternyata itu diambil dari Prasasti Kanuruhan. Terus untuk tradisi atau budaya, misal Bunulrejo ternyata hari jadinya bukan ikut 1 Suro secara umum tetapi ternyata punya hari jadi sendiri. Yaitu tanggal 7 Januari. “Ini didapat dari Prasasti Kanuruhan,” papar Hino.
Ditanya apakah Museum Pendidikan Kota Malang juga punya koleksi unggulan, Hino dengan tegas belum. Saat ini masih terus dikaji. Yang jelas semua museum harus punya masterpiece. Seperti Museum Nasional dan Museum Mpu Tantular Jatim.
“Seperti Museum Mpu Tantular ada koleksi unggulan garuda emas yang ditemukan Seger,” ujarnya.
Terkait road map hingga masterpiece dikenal masyarakat, Hino memaparkan bahwa semua diawali dari riset yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Tentu secara kajian ilmiah. Terus kemudian dilakukan seminar dan publikasi lewat jurnal yang punya reputasi internasional.
Setelah proses itu, barulah sosialisasi lewat web atau media-media lainnya.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, Dr.Hj Dian Kuntari S.STP.MSi, mengatakan dari 136 koleksi di Museum Mpu Purwa, kali ini diseminarkan dan dikupas hanya tiga koleksi masterpiece dulu. “Koleksi masterpiece itu juga sudah diterbitkan buku. Tetapi untuk lebih detelnya, kita adakan seminar,” jelas Dian Kuntari.
Seminar masterpiece ini diikuti sekitar 200 peserta. Mereka terdiri dari para guru SMPN se Malang Raya, guru SMA/SMK baik negeri dan swasta, budayawan, semua penggiat museum di Kota Malang, Dewan Kesenian Malang, dan lainnya.
“Harapannya, para guru bisa memberi edukasi kepada para anak didiknya terkait koleksi museum Mpu Purwa. Mereka kami harapkan bisa mengarahkan para anak didiknya untuk berkunjung ke museum ini untuk melihat langsung koleksi yang mayoritas asli bukan replika,” ujar Dian.
Sedang yang dari umum, harapannya ada efek domino ke pengunjung museum yang makin banyak. Karena ternyata tidak banyak yang mengetahui bahwa di Museum Mpu Purwa ada beberapa koleksi masterpiece-nya. Mereka hanya melihat garis umumnya saja. Karena itu, kegiatan kali ini mengupas secara detelnya.(Eka Nurcahyo)