
Malang Post – Sejumlah kendala dialami tim Pantarlih KPU Kota Batu dalam melakukan proses pencocokan dan penelitian (Coklit) data pemilih pada Pemilu 2024. Beberapa kendala itu disebabkan karena ada masyarakat Kota Batu yabg belum memperbarui dokumen administratifnya.
Ketua KPU Kota Batu, Mardiono menyatakan, beberapa masyarakat belum memperbarui dokumen administratifnya. Contohnya seperti kartu keluarga (KK) atau KTPnya. Dengan adanya hal tersebut, menjadi kendala kerja tim Pantarlih.
“Contoh, mulanya nama pemilih ada di sebuah KK tersebut. Namun karena sesuatu hal, seperti meninggal atau pecah KK. Nama tersebut seharusnya sudah hilang dari KK tersebut. Namun karena pihak keluarga belum melakukan pembaruan data. Maka nama tersebut masih ada di dalam data lama. Dengan adanya hal tersebut, menjadikan masalah bagi Pantarlih,” tutur Mardiono, Selasa, (14/3).
Adanya temuan kendala tersebut, pihaknya sudah bekerjasama dengan Dispendukcapil Kota Batu. Guna memberikan informasi kepada masyarakat, untuk segera memperbaiki dokumen administrasinya.
“Yang memiliki kewenangan menghimbau masyarakat untuk memperbaiki data adalah Dispendukcapil. Kalau dari KPU tidak punya kewenangan untuk menghimbau hal tersebut. Karena itu, kami sudah bekerjasama dengan Dispendukcapil,” jelasnya.
Sementara itu, untuk menanggulangi daftar pemilih ganda. Saat ini pihaknya terus melakukan sinkronisasi data. Dengan melakukan sinkronisasi data miliki Dispendukcapil yang sudah diserahkan ke Kemendagri dan data milik KPU Kota Batu.
“Untuk menanggulangi pemilih ganda. Saat ini kami juga tengah melakukan restrukturisasi atau coklit. Pantarlih saat ini juga tengah melakukan restrukturisasi antar TPS. Karena dari jumlah TPS awal sebanyak 720 TPS, sekarang tinggal 611 TPS. Sehingga menjadi kesulitan yang luar biasa. Karena ada batas maksimal di setiap TPS sebanyak 300 pemilih,” jelas dia.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kota Batu, Abdurrochman menyampaikan, selama pelaksanaan coklit, pihaknya menemukan tiga pelanggaran prosedural. Salah satunya, Pantarlih ada yang tidak menempel stiker di rumah pemilih yang sudah dilakukan coklit.
“Sesuai prosedur, Pantarlih harusnya mendatangi, mendata dan memberikan tanda bukti. Dimana ketika sudah di coklit harusnya dipasang stiker. Namun banyak Pantarlih yang tidak menempelkan,” kata Rochman.
Berdasarkan informasi yang pihaknya himpun, Pantarlih tidak menempelkan stiker karena tidak diperkenankan oleh pemilik rumah. Sehingga stiker yang harusnya ditempel, hanya diberikan ke pemilik rumah.
Kemudian temuan ke dua, Bawaslu menemukan jika dalam satu rumah terdapat dua KK namun dalam pendataan coklit oleh Pantarlih dipisahkan letak TPSnya.
“Sesuai aturan pecah TPS dalam satu rumah tidak boleh. Sebab prinsip pendirian TPS satu keluarga tidak boleh terpisah TPSnya. Harus sama meskipun beda KK, sebab masih hidup satu rumah,” jelas dia.
Dikhawatirkan dengan adanya pemecahan TPS dalam satu rumah. Masyarakat enggan melakukan pencoblosan. Sebab sesuai budaya Indonesia, kebersamaan antar keluarga sangat erat. Sehingga mereka akan lebih bersemangat pergi ke TPS bersama satu keluarga.
“Jika pemilih enggan pergi ke TPS. Maka sangat berpengaruh terhadap tingkat partisipasi pemilih. Seperti diketahui bersama, selama ini tingkat partisipasi pemilih di Kota Batu tertinggi secara nasional,” ungkap dia.
Kemudian temua ke tiga, pihaknya menemukan Pantarlih tak bekerja dengan baik. Mereka bekerja seenaknya sendiri dan dikerjakan dari rumah. Padahal secara prosedur, Pantarlih harus mendatangi setiap rumah pemilih.
“Dengan adanya temuan itu kami akan kirimkan surat kepada KPU Kota Batu. Agar dilakukan perbaikan kinerja Pantarlih,” tutupnya. (Ananto Wibowo)