![](https://malang-post.com/wp-content/uploads/2021/11/fgd-scaled.jpg)
Focus Group Discussion (FGD) digelar di markas Among Tani Foundation (ATF) Jl Hasanudin, Nomor 22 Kota Batu, Kamis (11/11/2021). (ananto)
Malang Post — Bencana alam banjir bandang yang sepekan lalu melanda sejumlah desa di Kota Batu benar-benar menarik perhatian banyak pihak. Terbaru agar kejadian serupa tak terulang lagi, Among Tani Foundation (ATF) menggelar Focus Group Discussion (FGD). Dilakukan di markas ATF Jl Hasanudin Nomor 22 Kota Batu, Kamis (11/11/2021).
Dihadiri 30 orang peserta, menyajikan pembicara Direktur Utama Perum Jasa Tirta I, Raymond Variant Ruritan. Juga dihadiri kelompok-kelompok pertanian, seperti Gapoktan dan LMDH serta kaum milenial. Ketua Yayasan ATF, Nurbani Yusuf menyatakan, FGD dilakukan untuk memberikan edukasi pada para petani. Bagaimana cara bertani yang benar. Tanpa menimbulkan kerusakan lahan dan berakibat fatal berupa bencana alam.
“Bertani itu merupakan hal yang baik. Namun harus ada penataan yang baik pula. Contohnya terasiring tetap harus diperhatikan dan pohon tegakan tetap ada. Jadi tidak semuanya dihabiskan dan berakibat bencana alam,” ujar Nurbani.
Selain perlunya edukasi, Nurbani menyebutkan jika penataan tata ruang di Kota Batu juga perlu diperbaiki. Dimulai dari penataan Perda RTRW sehingga penggunaan lahan bisa lebih tertata lagi.
“ATF sudah memiliki program berkelanjutan bernama satu nama satu pohon. Jika seluruh orang Kota Bagu bisa bersama-sama menanam pohon, maka Kota Batu akan kembali ijo royo-royo dan InsyaAllah terhindar dari bencana seperti yang telah terjadi,” ujarnya.
Sementara itu, Raymond Variant Ruritan mengemukakan berdasarkan data yang pihaknya miliki selama empat tahun terakhir pada saat musim kemarau, luas tutupan lahan atau yang berisi tanaman tegakan berkisar 19-25 persen. Jumlah tersebut masih jauh dari ideal lahan tutupan yang seharusnya berada dikisaran 35 persen.
“Dari data tersebut, kami menyimpulkan ada perubahan tata guna lahan di bagian hulu. Selain itu juga ada di sepanjang jalur pematus alami ditemukan longsoran-longsoran. Namun longsoran itu tak sepenuhnya menjadi sumber bencana, karena ada faktor pendukung lain,” jelasnya.
Hasil temuan Jasa Tirta tersebut selanjutnya akan akan disampaikan kepada Balai Besar Wilayah Sungai Brantas (BBWS). Dengan harapan para pemangku kebijakan bisa segera mengambil tindakan pemulihan agar pencegahan bencana bisa berjalan lebih optimal.
“Tidak hanya ke BBWS, kami juga bakal menyampaikan temuan ini ke Pemprov Jatim. Karena ini melibatkan banyak pihak, jadi semua harus bekerja sama,” tegasnya.
Lebih lanjut, berdasarkan pantauan foto drone, kawasan Glagah Aking juga sudah muncul perubahan tata lahan. Hal ini berpotensi membahayakan dan bukan tidak mungkin bakal terjadi seperti hulu Pusung Lading jika tidak dilakukan antisipasi pencegahan. Karena potensi tersebut, dirinya meminta semua pihak untuk lebih meningkatkan kewaspadaan dan sebisa mungkin segera mengambil tindakan antisipasi.
“Kalau untuk penanaman di lokasi tersebut saat ini tentu tidak mungkin. Tetapi untuk jangka panjang perlu diprogramkan secara bertahap agar perubahan tata guna lahan dapat dikurangi. Tetapi sebelum itu, kesiagaan harus ditingkatkan karena potensinya ada,” paparnya.
Dia juga menyebutkan, jika kondisi pematus alami yang berada di bawah blok Glagah Aking bentuknya juga hampir sama dengan Pusung Lading. Jalur pematus tersebut merupakan hulu lain dari jalur air yang sebelumnya mengalami banjir bandang.
Berdasarkan hasil pengamatan foto drone juga terdapat penumpukan sedimen di paras pematus. Sehingga jika dikombinasikan dengan hujan yang cukup tebal atau deras. Lalu aliran permukaan membawa serasah, kayu dan lainnya. Tidak menutup kemungkinan banjir bandang dapat kembali terulang tapi pada alur pematus lain.
“Karena kondisi lahan yang sudah berubah, tentu harus dikembalikan secara perlahan. Artinya, ini memerlukan upaya yang tidak bisa dilakukan hanya dalam satu hari saja,” tandasnya. (yan)