Malang Post — Pemerintah Indonesia melakukan upaya diplomatik berkelanjutan dengan Pemerintah Arab Saudi. Ini ikhtiar, agar jamaah Indonesia bisa umroh ke Tanah Suci. Koordinasi dilakukan menyeluruh. Sehingga, saat pintu masuk bagi Indonesia kembali dibuka, maka perjalanan, pelaksanaan ibadah serta kepulangan, dapat berlangsung baik, sehat dan aman dari penyebaran Covid-19.
Pemerintah RI telah menerima surat pemberitahuan dari Arab Saudi, bahwa mulai mempertimbangkan pembukaan bagi jamaah umroh Indonesia. Beberapa hal teknis intens dibahas kedua negara dan membutuhkan kesepakatan bersama.
“Kami minta masyarakat sabar menunggu,” ujar Konsul Jenderal RI di Jeddah, Eko Hartono dalam Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) – KPCPEN, Kamis (21/10/2021).
Salah satunya, sinkronisasi aplikasi PeduliLindungi dengan aplikasi serupa yang dimiliki Pemerintah Arab Saudi, yakni Tawakkalna. Tujuannya, agar status kesehatan, khususnya sertifikat vaksin jamaah Indonesia bisa dibaca atau dipastikan saat ibadah di sana.
“Tanpa status kesehatan dan sertifikat vaksin, tidak bisa melaksanakan ibadah umroh,” tegas Eko.
Jenis vaksin yang direkomendasi di Arab Saudi, adalah Pfizer, Moderna, AstraZeneca dan Johnson&Johnson. Jamaah yang menggunakan vaksin Sinovac dan Sinopharm, harus memperoleh minimal 1 kali vaksin booster dari 4 merek tersebut.
Eko menegaskan, hingga ada peraturan yang jelas terkait berbagai teknis, termasuk kebijakan vaksin dan booster, masyarakat diimbau menunggu. Jangan memaksakan diri berangkat umroh, dengan memakai visa kunjungan.
“Nanti akan terlunta-lunta. Tidak bisa menjalankan ibadah umroh di sini. Ini beda dengan sebelum pandemi. Sekarang harus dengan ketentuan yang berlaku, e-Visa juga harus diurus,” katanya.
Selain upaya integrasi PeduliLindungi dengan aplikasi Tawakkalna, pemerintah melalui Kementerian Agama juga menggenjot persiapan teknis lainnya. Direktur Bina Haji dan Umroh Kementerian Agama, Nur Arifin, menjelaskan.
Pihaknya terus melakukan koordinasi dengan berbagai kementerian, lembaga, juga Satgas Covid-19. Misalnya terkait perlindungan kesehatan jemaah, yakni aturan karantina dan vaksin booster, pembahasan revisi biaya umroh, juga koordinasi teknis dengan asrama haji dan fasyankes terdekat.
“Kami siapkan revisi pedoman pelaksanaan umroh di era pandemi. Setelah selesai, akan dilakukan gladi keberangkatan dan kepulangan umroh di asrama haji Pondok Gede dan Bekasi,” ujar Arifin.
Untuk memberikan kemudahan bagi jamaah, misalnya para lansia, Arifin menjelaskan bahwa
pihaknya telah melakukan koordinasi dengan kementerian terkait dan PT Telkom. Selain PeduliLindungi, jamaah juga akan dibekali kartu status yang dikalungkan di leher. Kartu tersebut akan memudahkan saat melakukan scan guna skrining kesehatan di lokasi ibadah.
Pemerintah, ujar Arifin, juga tengah mengatur kesepakatan dengan para asosiasi untuk keberangkatan umroh satu pintu pada tahap awal.
“Rancangan umroh tahap awal satu pintu ini, dalam rangka membangun trust (kepercayaan) Arab Saudi. Bahwa kita benar-benar tanggung jawab, hanya memberangkatkan jamaah yang sehat. Setelah berhasil (keberangkatan atau embarkasi) akan dikembalikan ke daerah-daerah seperti sebelumnya. Jadi mohon jangan salah pengertian,” tutur Arifin seraya menambahkan, bahwa saat ini kita perlu “berkorban” dulu dengan harapan, setelah situasi membaik maka pintu masuk akan kembali terbuka bagi jemaah Indonesia.
Sejalan dengan itu, Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umroh dan Haji, Budi Darmawan berharap. Tahap awal pemberangkatan umroh dari satu pintu ini, akan dapat membuktikan pada Pemerintah Arab Saudi, bahwa jamaah Indonesia yang tiba semua sehat, nol kasus Covid-19 dan dapat mengikuti aturan kedua negara.
Budi menjelaskan, calon jemaah umroh yang tertunda keberangkatannya karena pandemi, berjumlah sekitar 62 ribu orang, terhitung sejak penutupan pada 27 Februari 2020. Masyarakat
Indonesia, sudah sangat rindu beribadah ke Tanah Suci. Dengan informasi yang disampaikan pada kesempatan ini, ia ingin masyarakat serta seluruh penyelenggara di Indonesia dapat memahami, bahwa belum ada keputusan keberangkatan.
“Supaya tidak ada hoaks yang beredar tentang kondisi ini, hanya karena ingin memberangkatkan Jamaah. Kami harapkan memberikan kepercayaan pada PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh). Karena aturan dan regulasi di Arab Saudi sangat berbeda dan tercantum dalam satu sistem,” ujar Budi.
Pihaknya juga berharap, embarkasi di daerah kelak dapat segera dibuka. Untuk menekan biaya ibadah umroh. Karena diketahui, setelah pandemi biaya umroh ditetapkan menjadi Rp 26 juta, kemungkinan akan meningkat sekitar 30 % karena tambahan biaya karantina, tes PCR serta asuransi.
Kesempatan yang sama, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito, meminta masyarakat betul-betul mempersiapkan diri dalam perjalanan umroh. Karena penularan bisa terjadi di mana saja, baik pada perjalanan maupun pelaksanaan ibadah, yang dapat berlangsung dalam kerumunan orang dari berbagai negara.
“Pastikan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak) dan anjuran detil protokol kesehatan Indonesia serta Arab Saudi. Ikuti proses karantina sebelum berangkat dan setelah kembali, di tempat-tempat yang sudah terstandarisasi. Pemberangkatan dari satu pintu penting guna memastikan semua terkendali dan patuhi aturan skrining yang ada,” papar Wiku.
Menurutnya, jamaah perlu menyadari, bahwa pembukaan pintu umroh dilakukan sangat hati-hati oleh Pemerintah Indonesia, Arab Saudi dan negara-negara lain.
“Jadi harus dipastikan bahwa di masa pandemi ini, orang yang melakukan perjalanan internasional dalam kondisi sehat dan aman, baik untuk kita dan negara tujuan. Umroh adalah kegiatan berkumpul dengan orang dari berbagai negara. Pada saat kembali ke tanah air, harus dipastikan juga kesehatan jemaah dengan cara karantina. Patuhi aturan tersebut agar tidak terjadi penyebaran kasus,” pungkas Wiku. (*yan)