Pada awal tahun ini OJK meluncurkan inovasi baru dalam pembiayaan bagi UMKM. Inovasi tersebut berbentuk sebuah model crowdfunding yang menjadikan UMKM menjadi sasaran pembiayaan. Ini merupakan salah satu inovasi yang menarik dan sering diperdebatkan dalam berbagai jurnal ilmiah. Istilah crowdfunding sendiri dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai urun dana. Konsep ini berkembang dengan berdasar pada masalah pembiayaan pada UMKM dari lembaga pembiayaan formal yang menurun di Inggris pada tahun 2012. Namun pada dasarnya jika menilik lebih jauh, konsep ini pernah diterapkan pada masa lalu yakni melalui zakat, infaq, dan shodaqoh di ajaran Islam yang bermanfaat untuk mendanai seperti pembangunan masjid dan tempat ibadah.
Konsep ini juga pernah diterapkan di pembangunan Patung Liberty di New York yang membutuhkan penggalangan dana masyarakat New York. Hal ini membuktikan bahwa konsep ini sudah lama diterapkan dalam berbagai multigenerasi peradaban manusia. Namun dengan meluasnya pasar keuangan yang ada saat ini, apakah konsep ini masih relevan dan cocok diaplikasikan? Ini menjadi pertanyaan yang menentukan bagaimana industri pembiayaan crowdfunding berkembang kedepannya.
Dalam mengaplikasikan model crowdfunding, muncul berbagai permasalahan yang semakin kompleks. Konteks pembiayaan yang ada kini lebih dari sekedar memberikan dana pada UMKM semata namun memunculkan bagaimana manajemen yang harus diterapkan saat penggalangan dana, pengelolaan dana, dan alokasi dana tersebut pada proyek atau usaha yang tepat.
Hingga saat ini, dalam manajemen crowdfunding yang ada seringkali menyesuaikan bagaimana perbankan menyalurkan dana. Salah satu permasalahannya adalah tidak adanya model yang cukup sesuai seperti 5C dalam perbankan yang berguna untuk menentukan kelayakan calon debitur pembiayaan. Dapat dikatakan, pembiayaan crowdfunding ini menyerahkan manajemen risiko pada mekanisme pasar secara langsung. Hal ini berbeda dengan bagaimana konsep crowdfunding pada awal kemunculannya. Hal ini dikarenakan model crowdfunding di awal kemunculannya didasari atas sukarela (voluntary) dari pemilik dana untuk disalurkan dengan kepentingan bersama. Namun dengan berkembangnya konsep lain dari crowdfunding seperti equity crowdfunding, debt-based crowdfunding, civic crowdfunding dan lain sebagainya menuntut untuk adanya manajemen risiko dan optimalisasi pembiayaan untuk proyek dan UMKM yang menjadi sasarannya. Disinilah peran pemerintah dan para akademisi perlu untuk menginklusifkan model pembiayaan ini pada masyarakat yang masih awam dengan instrument keuangan yang baru.
Permasalahan lain yang dihadapi dalam implementasi crowdfunding ini adalah apakah model pembiayaan ini cukup tepat sebagai solusi pembiayaan bagi UMKM. Meskipun sasaran pembiayaan merupakan UMKM secara keseluruhan, namun perlu untuk dikaji standar seperti apa yang harus dipenuhi oleh UMKM agar tidak terjadi risiko asymmetric information (ketimpangan informasi) yang diterima oleh calon investor. Syarat umum bagi UMKM agar mendapatkan pembiayaan sebenarnya cukup mudah, namun seringkali tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga sulit meyakinkan bahwa usaha yang dijalankan cocok untuk mendapatkan investasi.
Salah satu syarat tersebut adalah dengan memiliki laporan keuangan yang akuntabilitasnya terjamin. Syarat ini cukup sulit apabila UMKM yang ada masih baru dan prospek usaha kedepannya masih samar. Hal ini memengaruhi pasar produk crowdfunding dari sisi permintaan. Seperti yang diketahui bahwa mekanisme penawaran dan permintaan juga berlaku dalam pasar crowdfunding dimana menunjukkan hubungan timbal balik calon investor dengan UMKM. Dengan demikian program ini akan memaksa UMKM untuk memperbaiki kualitas operasional dan pelaporan dari usaha tersebut. Dengan banyaknya media yang menjadi salah satu saluran informasi yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia UMKM, maka menjadi tidak mustahil bagi UMKM dalam meningkatkan kualitasnya secara cepat guna bersaing di pasar yang jauh lebih besar.
Selain beberapa masalah sebelumnya, regulator, atau dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan, perlu untuk menjamin dan mempertimbangkan bagaimana kondisi literasi keuangan di Indonesia. Apakah dengan kondisi literasi keuangan saat ini mampu untuk mendorong masyarakat berpartisipasi dalam model pembiayaan atau investasi ini. Hal ini dikarenakan peran masyarakat akan menentukan keberlanjutan model pembiayaan ini kedepannya.
Banyaknya inovasi di sektor keuangan akan mempermudah investor dalam melakukan diversifikasi dalam portfolio investasinya. Inilah yang menjadi tujuan lain dari OJK dalam mengesahkan pembiayaan crowdfunding bagi UMKM. Berbagai UMKM yang terpilih dengan memenuhi kriteria akan lebih mudah dalam mengembangkan usahanya kedepannya melalui pembiayaan ini. Peran masyarakat dalam berinisiatif untuk meningkatkan literasi keuangan yang didukung oleh perkembangan teknologi perlu untuk dimaksimalkan. OJK sendiri seringkali memberikan webinar, dan informasi yang menarik mengenai pasar keuangan dan pasar modal di Indonesia melalui sosial media resmi mereka. Dengan demikian, masyarakat dapat berperan aktif dan mampu memberikan kontribusi pada berbagai jenis instrument keuangan yang ditawarkan, dan salah satunya adalah crowdfunding.
Dengan diresmikannya model pembiayaan crowdfunding, diharapkan dengan ini masalah keuangan yang dialami oleh UMKM dapat teratasi. Secara tidak langsung, ketersediaan inovasi di akses pembiayaan ini akan mendorong UMKM lebih akuntabilitas dalam operasionalnya sehingga mendorong kualitas dan kuantitas UMKM sehingga mempermudah jalan mereka dalam bersaing di pasar regional, nasional, atau bahkan pasar internasional.
Selain itu masyarakat dapat berperan langsung dalam mendukung perkembangan UMKM sekaligus dapat mengenal inovasi yang bermanfaat dalam diversifikasi portofolio asset mereka. Dukungan ini akan mendorong program cinta produk local dengan menjadi investor dalam usaha UMKM yang dijalankan. Pengembangan model pembiayaan ini perlu untuk terus diawasi dan diberikan kritik dan apresiasi guna perkembangan yang mampu menyesuaikan kondisi perekonomian yang semakin berubah.
Ancaman yang luas dari berbagai instrument seperti cryptocurrencies akan memengaruhi bagaimana mekanisme pembiayaan crowdfunding ini dapat berkembang kedepannya. Meskipun demikian, perilaku investasi dari masyarakat tidak dapat dengan mudah dipengaruhi selain dari dalam investor itu sendiri. (*)
Penulis : Mochamad Dandy Hadi Saputra
(Mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Negeri Malang)