
MALANG POST – Untuk mendorong perekonomian warga, Paguyuban Keripik Tempe Sanan, terus melakukan banyak kegiatan.
Meski di balik semua itu, aktivitas pembuatan keripik tempe, tentu kompleks dampaknya. Seperti salah satunya limbah yang dihasilkan. Jika tidak dikelola dengan baik, akan menjadi masalah baru.
Hal itu disampaikan Ketua Paguyuban Keripik Tempe Sanan, Arman Yudi Purnomo, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Senin (14/4/2025).
Arman menyebut, beberapa pegiat kampung memanfaatkan kulit kedelai dijadikan tepung untuk bahan pembuatan kue.
“Kami juga bekerjasama dengan akademisi di Malang, untuk mengubah air limbah kedelai jadi nata de soya.”
“Kegiatan ini biasanya dimanfaatkan non pengrajin tempe, sehingga bisa membantu perekonomian mereka,” jelasnya.
Bahkan ampas kedelai, tambah Arman, juga biasa digunakan untuk makan ternak seperti sapi. Sedangkan saat ini di Kampung Sanan ada 600 ekor sapi.
Sedangkan melalui paguyuban tersebut, ada 600 pengrajin keripik tempe Sanan bisa terwadahi. Untuk bisa saling support satu sama lainnya.
“Melalui paguyuban ini juga bisa menguatkan persaudaraan. Sehingga para pengrajin bisa lebih kompak dan menjauhi perselisihan,” katanya.
Sering kali sosialisasi juga dilakukan, tambahnya, terkait standar produk, sertifikasi halal dan legalitas usaha. Para pengrajin tempe di dalam paguyuban ini, juga biasa dibantu dalam pengurusannya.
Sementara itu, Founder CV Pelangi Nusantara, Endahing Noor Suryanti menyampaikan, pemberdayaan masyarakat sebenarnya bisa didapat melalui komunitas UMKM seperti PELANUSA, yang sudah berdiri sekitar 10 tahun. Ada sekitar 8 ribuan pelaku UMKM yang bergerak di dalamnya.
Yanti juga menyampaikan, saat ini di komunitas PELANUSA sering dapat pelatihan pengembangan skill dari tingkat pemerintah daerah sampai kementrian.
“Pelatihan ini sangat membantu meningkatkan pengetahuan para pelaku UMKM. Bahkan pelatihan yang dilakukan tidak cukup sekali, tapi selalu berkelanjutan,” sebutnya.
Dengan kondisi ekonomi yang mulai lesu seperti saat ini, kata Yanti, dengan bergerak bersama melalui pemberdayaan masyarakat, bisa membantu perekonomian orang-orang.
Di sisi yang lain, pemerintah sendiri juga selalu hadir mendorong pemberdayaan masyarakat, untuk meningkatkan ekonomi.
Kata Kepala Diskopindag Kota Malang, Eko Sri Yuliadi menyampaikan, pihaknya sampai saat ini terus memantau untuk kebutuhan satu rumah di Kota Malang, yang mencapai Rp25-50 ribu. Yang mengindikasikan persoalan kemiskinan dan stunting masih terjadi.
“Maka dari itu, kami terus mendorong melalui pelatihan, untuk menggerakkan ekonomi masyarakat khususnya menengah ke bawah. Agar kebutuhan dasar di tingkat rumah tangga terpenuhi,” kata Eko.
Meski diakuinya, pembinaan dari pemerintah daerah memang belum bisa menyeluruh ke masyarakat Kota Malang. Seperti pelatihan di tingkat kelurahan atau Kecamatan, bahkan lebih luas lagi biasanya tempatnya dilakukan di MCC.
Dalam pembinaan nanti akan terus berlanjut. Sampai membuatkan beberapa event. Pemerintah juga memberikan stimulan termasuk juga memberikan reward bagi pelaku UMKM.
Menurut Kepala Bappeda Kota Malang, Dwi Rahayu, soal data kemiskinan di Kota Malang masih terus berproses untuk validasi di bawah DinsosP3AP2KB.
“Ada sekitar tujuh ribuan data yang belum tervalidasi, karena keterbatasan tenaga survei. Tapi meskipun begitu, sampai saat ini masih terus berjalan,” sebutnya.
Dari lima Kecamatan di Kota Malang, jelas Dwi, kategori miskin tertinggi di wilayah Kedungkandang dan Sukun. Sehingga perlu beberapa program di dua daerah ini.
Dwi menambahkan, kriteria miskin yang dipakai dari Kementrian Sosial seperti rumah yang belum berlantai keramik. Maka dari itu, ketika pendataan bantuan perlu disampaikan foto. (Wulan Indriyani/Ra Indrata)