Sidoarjo – Dalam hal produksi padi, Jatim mencetak prestasi. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, Maret 2021, tercatat bahwa Jatim menduduki peringkat pertama daerah penghasil padi terbesar di Indonesia. Dengan luas panen 1.754.380 Ha, Jatim dapat menghasilkan padi sebanyak 9.944.538 ton gabah kering giling (GKG) atau setara 5.712.597 ton beras.
Capaian ini menggeser posisi Jateng yang sebelumnya bertengger di peringkat pertama. Tahun ini, Jateng menempati urutan kedua. Dengan luasan panen 1.666.931 Ha, menghasilkan padi 9.489.165 ton GKG atau setara 5.428.721 ton beras.Disusul peringkat ketiga, Jabar dengan luas panen 1.586.889 Ha, menghasilkan padi 9.016.773 ton GKG atau setara 5.180.202 ton beras.
Posisi keempat Sulsel dengan luas panen 976.258 Ha, menghasilkan padi 4.708.465 ton GKG atau setara 2.687.970 ton beras. Kelima Sumsel, dengan luas panen 551.321 Ha, menghasilkan padi 2.743.060 ton GKG atau setara 1.567.102 ton beras.
“Alhamdulillah, ini membuktikan bahwa program yang dijalankan semua kelompok tani tepat sasaran dan dapat terlaksana dengan baik. Selama ini Jatim menjadi barometer ketahanan pangan nasional dan turut menjaga stabilitas pangan nasional, Kurang lebih ada 16 provinsi di Indonesia bagian timur yang mengandalkan suplai logistik dari Jatim,” kata Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa.
Gubernur Khofifah memaparkan, kabupaten dan kota penyumbang terbesar produksi padi di antaranya, Lamongan dengan produksi sebesar 886.060,99 ton atau setara 508.993,90 ton beras. Disusul, Ngawi dengan produksi sebesar 837.773,15 ton atau setara 481.255,17 ton beras.
Selanjutnya, Bojonegoro dengan produksi sebesar 728.915,12 ton atau setara 418.722,13 ton beras. Jember dengan produksi sebesar 590.263,37 ton atau setara 339.074,24 ton beras, Tuban dengan produksi sebesar 507.053,88 atau setara 291.274,90 ton beras.
Khofifah menyebut, kenaikan produksi padi ini dipengaruhi oleh luas panen padi pada tahun 2020 meningkat. Yaitu dari 1,7 juta Ha pada 2019 menjadi 1,75 juta Ha pada 2020 atau naik 3,05 persen. Selain itu, juga dipengaruhi oleh penggunaan varietas unggul, perbaikan agroinput, penggunaan mekanisasi yang mampu menekan losses serta perluasan areal tanam yang memanfaatkan lahan kering atau lahan idle.
“Tahun 2020, kami juga menerapkan strategi percepatan masa tanam sebelum memasuki musim kemarau, guna mengantisipasi krisis pangan akibat kemaru panjang dan pandemi Covid-19. Kami juga mengoptimalkan seluruh lahan pertanian di Jatim, menjaga petani tetap berproduksi dengan cara diberikan bantuan sarana dan prasarana pertanian seperti benih dan saprodi,” paparnya.
Menurut Khofifah, sektor pertanian menjadi sektor andalan penopang pertumbuhan ekonomi di Jatim, sekaligus sebagai instrumen untuk mendorong pemulihan ekonomi atas dampak pandemi Covid-19. Secara khusus, Khofifah menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua petani di Jatim yang telah berupaya maksimal meningkatkan produktivitas pertanian meski di tengah pandemi Covid-19. (azt/ekn)