PROYEK-proyeknya bakal normal kembali, sudah bukan angan-angan lagi. Karyawannya, semuanya, termasuk tim lain yang tergabung –sekitar lima ratus orang– sudah siap turun lapangan. Sebagian bahkan sudah sangat aktif.
Pemilik proyek juga sudah memintanya bekerja, full power. Nestle misalnya, di Kerawang dan Lampung, meminta pengerjaannya dipercepat. Santos Kapal Api, minta proyek Semarang tambah giat. Danone pun menarget, proyek yang dikerjakannya di Klaten, Jogja dan Bogor, segera jadi. “Semuanya untuk produksi susu. Kecuali di Lampung, untuk produksi kopi; nescafe,” kata Daya Sundara, owner sekaligus komandan proyek-proyek dalam naungan perusahaannya; PT. Exel Mandiri Inovasi.
Belum lagi sederet pabrik lain; kara di Gorontalo menyusul di Minahasa. Ultra Jaya, lalu Real Good Malang, Pocari Sweat Pasuruan. “Saya sanggup karena karyawan dan tim saya mau rajin terapi uap herbal. Mereka semua negatif covid. Kalau pun positif, tidak lama,” lanjutnya.
Pabrik-pabrik pengolah susu dan kopi, kata Daya justru tumbuh di tengah pandemi. “Susu Bear Brand saja, lebih dari seratun ton perhari,” katanya. Itu sebabnya, pembuatan mesin dan instalasi baru harus dikerjakan. Maintenance juga semakin sering karena produksi meningkat.
Perusahaan asing dan yang multi nasional, kata Daya, sangat ketat. Data swap adalah hal mutlak yang harus dikantongi siapa saja, yang terkait pelaksanaan proyek.
PERCAYA DIRI
Daya permah hampir ambruk. Perjalanan darat ke Jawa Barat, dilanjut ke Lampung untuk proyek-proyek itu –dua minggu pada Januari lalu– membuat dirinya meriang. “Padahal dua hari kemudian harus ke Bali, rapat proyek,” katanya. Maka dia ambil panci steam. Diisi air dan minyak kayu putih. Direbus dan uapnya dia hirup dalam-dalam. “Besoknya saya swap, alhamdulillah, negatif,” kenangnya. Di situlah dia bergagasan untuk membuat bilik uap itu.
Dia yakin, kalau ditambah rempah, akan lebih bagus hasilnya. Di situlah dia ketemu Yoko Siou Suyono alias Damarwangi.
Keduanya –bersama warga Lawang lainnya– memang aktif dalam kegiatan bersama. Dimulai menggarap Lawang Heritage, berkembang sampai pada kegiatan sosial lainnya.
Damar memang rajin bertandang ke kantor Daya di jln. Tawang Argo Lawang. Kantor di rumah heritage –yang pernah dihuni pejabat karesiden pada zaman Belanda– itu, mirip kelurahan. Siapa saja sering mampir untuk apa saja.
Daya hijrah ke Lawang sejak 2007 dari Jawa Barat. Sudah menetap dan bergiat secara sosial melebihi kebanyakan warga Lawang. Hak pilihnya pun disalurkan di Lawang. “Beliau juga dermawan,” kata Lurah Lawang Murtadji.
Kepindahannya semula untuk “ngeloni” pekerjaannya; proyek Nestle di Pasuruan. Proyek itu pemberian pimpinannya pada Cetra Pack Jakarta, yakni perusahaan asal Swedia partner Nestle. Daya dianggap berprestasi selama 20 tahun jadi karyawan Cetra Pack. Dia bahkan pernah dikirim ke China, Vietnam dan Jepang.
Daya ditawari untuk keluar, mandiri, mengerjakan perakitan mesin, instalasi sampai maintenance pabrik susu Nestle. Dia terima. Jadilah berkembang, kini punya dua workshop besar; Kerawang untuk pekerjaan proyek-proyek di wilayah barat dan Lawang untuk wilayah timur. Tumbuh pula workshop-workshop kecil di banyak daerah, terutama yang dekat dengan proyeknya.
Proyek-proyek itu mendadak anjlok. Pada awal pandemi tahun lalu. “Saya galau,” kenang Daya. Tapi menjelang tutup tahun, penjualan susu kemasan di Indonesia naik. Di situ pula proyek Daya ikut bergerak. Tapi masih dihadang masalah, yaitu, bagaimana pekerjanya dijamin bebas covid. Yang harus dibuktikan melalui swap; negatif.
“Bilik uap itulah yang menyelesaikan,” katanya, bangga. Dia ceritakan, anak buahnya pekan lalu harus ke Semarang untuk proyek Danone. Tapi positif covid. Segera saja dihajar tetapi, terus menerus. Dalam sehari. Dari pagi sampai sore. Besoknya, tes swap. Hasilnya negatif. “Alhamdulillah,” Daya tersenyum.
Dari situlah, kini, semua karyawannya harus tetapi rutin. Tiap hari, minimal tiga kali. Ketika mau masuk kantor, istirahat siang dan mau pulang. “Wajib,” tegasnya.
Bilik uap itu, –segala ukuran, sampai yang portabel– kini wajib ada di semua proyeknya. “Untuk siapa saja,” lanjutnya.
Termasuk yang di Lawang. Rekan-rekan Daya, anggota Denpom dan Koramil Lawang –Daya akrab dan peduli dengan anggota militer karena dia anak kolong, tumbuh di perumahan tentara– mereka banyak diajak terapi di bilik uapnya itu. “Ada lima yang positif, sembuh. Setelah terapi uap ini,” tegasnya.
“Sekarang saya tidak takut lagi melanjutkan dan terima proyek baru. Mudah-mudahan uap herbal ini menyelesaikan ketakutan,” kata Daya. Dia siap menularkan caranya kepada siapapun yang membutuhkan. Tim pemakaman covid dari warga terutama yang paling aktif; tim Kelurahan Lawang, semua tetapi uap ini setiap selesai memakamkan.
RAMUAN HERBAL
Ramuan herbal yang digunakan, tidak sulit carinya. Yoko alias Damar mengatakan, semuanya bisa dibeli di pasar tradisional. Murah sekali. Untuk takarannya, tidak harus benar-benar presisi.
Aucalyptus atau daun kayu putih, kalau tidak ada, boleh diganti minyak kayu putih. “Hanya agak mahal,” kata Damar. Lalu Sambiloto, nama ilmiahnya; andrographis paniculata. “Dedaunan. Juga murah dan gampang,” kata herbalis yang juga ahli meramu minyak wangi, bermerk sekalipun itu.
Damar lalu merinci berikutnya, adalah; sereh, daun sirih, jahe dan cengkeh,” gampang semua,” papar pria 48 thn yang selalu pakai blankon itu. Semua direbus dalam panci. Saring dan siap dijadikan uap untuk dikonsumsi.
Dia bangga kepada Daya Sundara yang terbuka menerima tawaran kolaborasinya. Kini tiap hari dia suplay berliter-liter ramuan itu, untuk terapi siapa saja yang memerlukan.
BEBAS ISOLASI
Adalah Buang Pujiono, anggota Babinsa pada Koramil Lawang yang bersedia bersaksi. “Saya terbebas dari penderitaan dikucilkan,” paparnya, kemarin.
Pertengahan Februari lalu dia periksa. Positif. Pas piket jaga hasil tes itu keluar. Kontan saja komandannya menyuruhnya pulang, untuk isolasi.
“Sejak itu saya sangat sensitif. Makan ditaruh ditangga dan semua takut pada saya. Tiap kali turun dari lantai dua, semua harus minggir dan seterusnya seperti orang-orang yang isolasi mandiri lainnya itu,” katanya, kemarin.
Baru tiga hari menjalani isolasi mandiri, dia dengar terapi uap itu sudah selesai dibuat dan bisa digunakan. Kontan saja ditelepon ketua RW 02, Hanafi. Hari itu pula dia tetapi. Terus. Sedikitnya enam kali sehari. Dia juga bikin di rumah, di panci biasa. “Alhamdulillah, sembuh. Swap lagi, hasilnya negatif,” katanya.
Buang adalah juga pegiat sosial kemasyarakatan. Sekaligus tim pemakaman. Tidak jarang, jenazah yang lama dijemput ambulance, dia tutup selimut saja, lalu diangkat berdua dengan Hanafi untuk dinaikkan mobil, dibawa ke rumah sakit.
Kabar Buang sembuh, didengar oleh komandannya. Justru dari Daya Sundara ketika ada acara di markas Denpom Tawangsari. “Anak buahnya sudah negatif Pak, hasil swap. Berkat terapi uap di kantor saya,” kata Daya. Kontan pula Buang ditelepon. Dan hari itu juga disuruh masuk, tugas lagi. “Alhamdulillah,” pungkas Buang. Masih terus datang ke bilik terapi. Karena merasa dirinya lebih segar dengan terapi itu. (*)