
REPLIKA: Prasasti Sangguran berisi undang-undang atau peraturan pemerintah di era Kerajaan Mataram. (Foto: Ananto/HARIAN DI’S WAY MALANG POST)
Batu – Penancapan Replika Prasasti Sangguran sudah dilakukan Minggu (21/1) kemarin. Ternyata inisiasi pembuatannya sudah terpikirkan sejak sembilan tahun lalu. Sekitar tahun 2012. Namun pada saat itu, tahapan pembuatan belum berjalan.
Masih dalam proses mengingat dan mengangan-angan prasasti. Hingga tahun 2017. Pemangku Sanggar Budaya Sangguran, Dusun Ngandat Desa Mojorejo, Siswanto Galuh Aji mengungkapkan. Tepat saat karnaval Agustusan. Dirinya mengarak prasasti Sangguran yang terbuat dari foam.
“Saat itu, replika Prasasti Sangguran kami pertontonkan di hadapan Walikota Batu. Tak hanya mempertontonkan saja. Tapi kami juga memberikan buku kepada walikota,” katanya kepada Di’s Way Malang Post.
Harapannya buku itu dipelajari. Sehingga, ada keinginan yang menyambungkan antara keinginan rakyat ke pemerintahan. Mempertontonkan Prasasti Sangguran dan memberikan buku, merupakan salah satu usahanya mewujudkan prasasti kembali ke Kota Batu.
Seiring berjalannya waktu. Ia ditemukan dengan kawan lama. Pertemuan itu tanpa sengaja. Saat itu, ia bersamaan membersihkan Punden Mojo.
Setelah itu, silaturahmi keduanya terus tersambung. Hingga tahun 2020 akhir, bulan Oktober. Keduanya mengawali pembuatan replika Prasasti Sangguran.
Diawali dengan selamatan ngarak tumpeng. Tujuan membentuk inisiatif warga. Serta dibarengi mengarak Prasasti Sangguran yang terbuat dari foam.
“Setelah melakukan hal tersebut, bergeraklah kami melakukan pembuatan replika Prasasti Sangguran. Hingga terwujud seperti yang telah ada saat ini,” tutur Cak Pentol sapaan akrabnya.
“Pembuatan itu diawali dengan melakukan komunikasi secara fisik maupun non fisik. Baik secara material maupun yang non material. Karena kami meyakini, prasasti ini memiliki nilai energi,” bebernya.
Ia menjelaskan, berdasarkan tulisan-tulisan media dahulu, mengatakan prasasti itu berisi kutukan.
“Saya tidak terima dengan tulisan itu. Karena sangat tidak mungkin leluhur Jawa mengutuk hingga sedemikian rupa,” katanya.
Inilah yang memacu dirinya menjadi lebih bersemangat. Untuk segera berproses mewujudkan replika Prasasti Sangguran.
Karena dengan keberadaan replika itu, diharapkan bisa merubah sudut pandang selama ini. Seperti halnya yang telah ditulis di media.
“Isi Prasasti Sangguran itu, bukan sumpah serapah. Tidak seperti itu. Namun yang benar dan tertulis di Prasasti Sangguran ini, berisikan aturan dan tata tertib,” ungkapnya.
Fungsinya, mengingatkan jika seseorang tak mematuhi tata tertib yang berlaku, sudah pasti akan ada akibat yang diterima.
Namun, sepanjang seseorang tak melakukan pelanggaran terhadap aturan yang tertulis, maka sesuai keputusan yang tertulis di Prasasti Sangguran, seseorang itu tidak akan menerima imbas apa-apa.
“Sesuai dengan keputusan waktu itu, yakni pemerintah Mataram. Adanya keputusan ini, sebenarnya berfungsi untuk membangun kehormatan. Harapannya bisa menjadi daerah perdikan, semacam daerah Istimewa Yogyakarta dan Aceh,” jelasnya.
Jika ditarik pada jaman sekarang. Ini berarti daerah tersebut memiliki otonomi daerah yang mutlak. Bahkan dengan letak semenanjung yang berada di kawasan lereng Gunung Arjuno.
Semuanya sudah terjamin. Mulai dari pertanian, pengairan hingga kualitas pande besi yang mendunia. Baik dari segi pusaka yang terkenal ampuh. (ano/jan)