Malang – Sebagian masyarakat umum masih merasa takut dan khawatir tertular apabila bergaul dengan Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK). Hal serupa sebaliknya juga dialami beberapa OYPMK. Padahal, mereka sudah sembuh.
Minggu keempat Januari adalah pekan peringatan Hari Kusta Sedunia (HKS). Tahun ini, Hari Kusta Internasional jatuh pada Senin (25/1). Tema HKS tahun ini tetap kampanye eliminasi kusta dan hapus stigma.
Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jatim tahun 2019, jumlah penderita kustadi Jatim sebanyak 2.610 orang. Tertinggi di Madura dengan rincian 381 orang di Sumenep, 232 orang di Sampang, dan 207 orang di Bangkalan.
Pasuruan sebanyak 193 orang, Lumajang (171 orang), Probolinggo (125 orang), Tuban (92 orang), dan Pamekasan (65 orang), dan Kabupaten Malang 39 orang. Data itu masih bisa terus berubah sesuai update Dinkes.
Di Kabupaten Malang, Omah Difabel Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) konsens pada penghapusan stigma terhadap OYPMK. Menurut LINKSOS, stigma negatif pada OYPMK dan kusta bisa merembet dan menghambat pengobatan kusta sejak dini.
Khusus di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, pemerintah desa setempat mendukung LINKSOS melalui Dana Desa (DD) untuk kegiatan Posyandu Disabilitas, termasuk juga kampanye soal pengobatan terhadap kusta.
Berbagai upaya dilakukan Omah Difabel. Salah satunya membuka kesempatan kerja bagi OYPMK sebagai bentuk dukungan terhadap kampanye eliminasi kusta dan hapus stigma.
“Pencapaian tujuan kampanye itu tetap. Kami perlu dukungan dari keluarga OYPMK, pemerintah desa, dinkes melalui puskesmas setempat, dinas sosial, dan instansi lain serta coorporate social eesponbility (CSR) ataupun kepedulian sosial perusahaan,” urai Ketua Pembina LINKSOS dan Pengelola Omah Difabel, Ken Kerta, kepada Di’s Way Malang Post, kemarin.
Ken menginformasikan pentingnya dukungan lintas sektor untuk mengatasi hambatan pemberdayaan OYPMK, masukan bagi pemerintah, dan saran bagi perusahaan-perusahaan yang belum menjalankan CSR secara berkelanjutan. Ia juga menjelaskan kaitan ketersediaan lapangan kerja, eliminasi kusta dan hapus stigma, sekilas informasi pencegahan penularan kusta, dan kesempatan kerja yang ada di Omah Difabel.
Menurut Ken, OYPMK sulit mencari lapangan kerja. Penyebab utamanya masih berkutat awetnya stigma kusta di masyarakat, dan sulitnya menurunkan angka kusta sebab penderita yang malu berobat.
Stigma juga membuat OYPMK kehilangan pekerjaan ataupun menarik diri dari lingkungan kerja. Sebab, merasa tersisih atau takut ketahuan atas kusta yang dialami.
Kusta memang penyakit menular. Tetapi tidak mudah menular. Potensi penularan berasal dari penderita yang belum berobat kepada kontak dekat dalam jangka waktu lama dan terus menerus.
Orang yang sudah menjalani pengobatan dengan multi drug terapi (MDT) tidak lagi menularkan. Selain itu 95 persen orang kebal kusta, sisanya 5 persen adalah 3 persen orang yang terpapar kusta akan sembuh sendiri, dan 2 persen wajib menjalani pengobatan. “Obat kusta bernama MDT bisa diakses secara gratis di puskesmas,” jelas Ken.
Upaya eliminasi kusta dan pemberdayaan OYPMK, LINKSOS dalam skup nasional berjejaring dengan lintas organisasi yang tergabung dalam Konsorsium Peduli Disabilitas dan Kusta (Pelita), serta koalisi internasional Global Patnership for Zero Leprosy yang melibatkan WHO sebagai pengawas.
Semakin banyak wawasan terhadap kusta dan kepedulian terhadapnya, serta pengobatan akan mencapai tujuan eliminasi kusta. Tidak mustahil, Indonesia dan Malang Raya akan menghapus kusta. Itupun jika perusahaan besar dan berbagai elemen turut mendukung juga peduli. (san/ekn)