![](https://malang-post.com/wp-content/uploads/2021/01/sidang.png)
TIPIKOR: Sidang kasus gratifikasi Dinas Pendidikan (Dindik) Kab Malang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jl Raya Juanda, Surabaya, Selasa (19/1) lalu.( Foto: Aziz Tri P)
Surabaya – Saksi Mashud Yunasa (Direktur PT JePe Press Media Utama-Group Jawa Pos) memberikan keterangan panjang lebar. Karena dicecar JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK, Eva Yustisiana. Tapi berbeda dengan saksi lainnya.
Tiga saksi lain yang dihadirkan di sidang Kasus Gratifikasi Dinas Pendidikan (Dindik) Kab Malang, Selasa (19/1). Mereka memberikan keterangan tak seberapa mendetail.
Saksi Chris Harijanto (Komisaris PT Intan Pariwara), misalnya. Ia mengaku, dirinya diajak oleh Mashud Yunasa. Untuk masuk dalam proyek pekerjaan di Kabupaten Malang.
“Pak Mashud yang mengajak saya. Ada pekerjaan di Malang. Katanya untuk pengadaan sejumlah item barang,” kata Chris di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya.
Terkait soal fee yang harus diberikan pada pemberi proyek, Chris mengatakan tidak tahu.
“Mungkin karena saya hanya berhubungan dengan Pak Mashud. Sebagai orang yang mengajak saya. Ikut dalam proyek pekerjaan di Dinas Pendidikan Kabupaten Malang. Jadi saya tidak tahu soal fee 22,5 persen tersebut,” katanya.
Sementara saksi Suharjito (Direktur PT Dharma Utama) agak lebih terbuka. Bahkan ia sempat curhat (mencurahkan isi hati) ke majelis hakim.
Betapa tidak. Ia semula berharap untung dari proyek di Kabupaten Malang. Lah kok malah buntung.
Ia merasa dirugikan. Bahkan uangnya belum kembali Rp 1 miliar.
“Saya tertarik. Karena memang saya butuh pekerjaan. Saya juga tahu. Pak Eryk itu orang kepercayaannya bupati,” katanya.
Semula, lanjut Suharjito. Eryk menjanjikan dua paket pekerjaan kepadanya. Senilai Rp 40 miliar.
Untuk pengadaan buku dan alat peraga. Bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Dindik Kab Malang.
Tapi untuk bisa mendapatkan dua paket pekerjaan tersebut, Suharjito diminta Eryk menyerahkan sejumlah uang. Namun dua paket itu, akhirnya tidak jadi didapatkannya.
“Sebagai gantinya, oleh Pak Eryk saya diberi dua PL (Penunjukkan Langsung). Nilainya di bawah Rp 200 juta dan diarahkan untuk ikut proyek di Pasuruan. Jadi uang saya di Pak Eryk masih Rp 1 miliar. Sedangkan yang Rp 1,9 miliar sudah kembali,” lanjut Suharjito.
Usai keempat saksi memberikan keterangan. Ketua Majelis Hakim Dr Johanis Hehamony SH MH mempersilahkan terdakwa menanggapi.
Terdakwa Rendra Kresna didampingi penasehat hukumnya, Haris Fajar. Sedangkan terdakwa Eryk Armando Talla, penasehat hukumnya Iki Dulagin dan Meka Dedendra. Mereka pun memberikan tanggapan.
“Terima kasih yang mulia. Saya mulai dari saksi Mashud Yunasa. Anda meyebutkan ada rincian fee. Untuk bupati sekian persen. Untuk pihak-pihak yang lain sekian persen. Apakah Anda tahu realisasinya setelah proyek selesai?,” tanya Haris Fajar.
“Realisasinya saya tidak tahu. Tapi saya tahu rincian fee itu. Karena ditunjukkin, di email rinciannya. Tapi kalau realisasinya, saya tidak tahu,” kata Mashud Yunasa.
Tiga saksi lainnya, Chris Harijanto, Suharjito dan Tukini juga mengaku tidak tahu menahu soal realisasi fee tersebut, setelah proyek selesai. “Saya tidak tahu. Sekian persen untuk siapa. Sekian persen lainnya untuk siapa,” kata Chris Harijanto. (azt/jan)