Batu – Kota Batu sudah berstatus zona kuning persebaran covid. Namun, bukan berarti pendidikan langsung menjadi normal. Dari daring menjadi luring.
Peraturan SKB empat menteri membolehkan pembelajaran tatap muka. Jika sudah zona kuning atau hijau. Walikota Batu, Dewanti Rumpoko menjelaskan. Zona kuning baru beberapa hari lalu. Pihaknya belum mau memaksakan pembelajaran tatap muka.
“Baru beberapa hari ini. Kami belum berani. Jika sudah satu sampai tiga bulan bertahan di zona kuning, atau bahkan zona hijau. Kami akan percaya diri minta Dinas Pendidikan melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM.red) tatap muka,” ujar Dewanti kepada DI’s Way Malang Post, Kamis (21/1).
Jika masih satu dua hari ini berstatus zona kuning. Masih sangat tergantung pada penerapan protokol kesehatan. Diterapkan dengan baik atau tidak.
Jadi, meski sudah zona kuning, saat ini masih dalam resiko tinggi. Maka dari itu, dia berharap tak ada yang mengagung-agungkan status zona kuning ini.
“Meski menyandang status zona kuning. Pengumumannya merah saja. Agar masyarakat senantiasa terus waspada. Karena bisa saja ketika mendapat pujian, kita menjadi lengah bahkan sembrono,” tutur Dewanti.
“Yang jelas, apabila zona kuning ini sudah bisa kami pertahankan selama tiga bulan. Atau bahkan bisa naik ke zona hijau dan sudah tak ada penambahan. Maka saya berani membuka pembelajaran tatap muka,” imbuhnya.
Sementara itu, Kabid SMP Dinas Pendidikan Kota Batu, Hariadi mengungkapkan. Sebelumnya telah melakukan survey kebersediaan wali murid.
Perihal keberatan atau tidak, dilakukan pembelajaran tatap muka. Hasilnya, menunjukkan presentase sebesar 85 persen setuju pembelajaran tatap muka.
“Hingga saat ini sudah ada dua SMP yang mengirimkan proposal kesanggupan itu. SMPN 2 dan tiga. Kami juga telah melakukan verifikasi. Seperti apa kesiapan dari setiap sekolah jika melakukan pembelajaran tatap muka,” terangnya.
Dari hasil survey itu, ada beberapa SMP swasta yang belum terpenuhi sarana dan prasarananya. Seperti ketersediaan ruang kelas yang belum mencukupi.
Karena ada pembatasan pada setiap kelasnya hanya berisikan maksimal 15 orang. Serta jam pembelajarannya hanya selama 3 jam.
“Selain itu, di setiap sekolah juga harus ada titik kumpul. Sehingga siswa yang datang dengan siswa yang akan keluar tidak sampai bertemu. Serta peralatan protokol kesehatan seperti thermogun dan handsanitizer juga harus tersedia,” bebernya.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan. Jika dari pihak siswa atau wali murid masih menginginkan pembelajaran secara daring. Maka akan tetap dilayani. Jadi tidak semuanya dipaksakan harus tatap muka.
Selain itu, dalam penerapan sekolah tatap muka ini juga mengikuti peta persebaran covid di masing-masing desa.
Artinya, apabila dalam suatu desa masih berstatus zona merah. Maka secara otomatis pembelajaran tatap muka di sekolah yang ada di desa itu, tak bisa dilaksanakan.
“Tak hanya itu. Bagi siswa yang di daerah tempatnya tinggal tingkat persebaran tinggi. Contohnya seperti di Tlekung beberapa waktu lalu hingga berujung lockdown. Maka, siswa yang berasal dari daerah beresiko tinggi itu juga tak diperkenankan masuk,” terang Hariadi.
Untuk diketahui, jumlah total SMP di Kota Batu terdapat 31 SMP. Terdiri dari 8 SMP Negeri, 20 SMP Swasta dan 3 MTS. Total siswa kurang lebih 8 ribu orang. (ano/jan)