Jakarta – Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), akhirnya memberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat, untuk vaksin Covid-19. Penerapan Emergency Use Authorization (EUA) ini dilakukan oleh semua otoritas regulatori obat di seluruh dunia, untuk mengatasi pandemi Covid-19.
‘’Secara internasional, kebijakan EUA ini selaras dengan panduan WHO. Bahwa EUA dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria. Pertama, telah ditetapkan keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat oleh Pemerintah. Terdapat cukup bukti ilmiah, terkait aspek keamanan dan khasiat dari obat (termasuk vaksin) untuk mencegah, mendiagnosis, atau mengobati penyakit/keadaan yang serius dan mengancam jiwa berdasarkan data non-klinik, klinik, dan pedoman penatalaksanaan penyakit terkait,’’ jelas Kepala Badan POM, Penny K. Lukito, kemarin seperti disampaikan dalam siaran pers BPOM.
Sementara kriteris ketiga, tambahnya, obat (termasuk vaksin) memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku serta dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Keempat, memiliki kemanfaatan lebih besar dari risiko (risk-benefit analysis), didasarkan pada kajian data non-klinik dan klinik obat untuk indikasi yang diajukan.
‘’Terakhir belum ada alternatif pengobatan/penatalaksanaan, yang memadai dan disetujui untuk diagnosa, pencegahan atau pengobatan penyakit penyebab kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat,’’ ungkap Kepala Badan POM lebih lanjut.
Saat ini pemerintah telah melakukan pengadaan vaksin Coronavac, yang diproduksi Sinovac Biotech dan didaftarkan di Indonesia oleh PT. Bio Farma. Dalam pengembangan vaksin ini, uji klinik fase 3 dilakukan di beberapa negara. Termasuk Indonesia, Brazil dan Turki.
Berdasarkan hasil evaluasi data keamanan vaksin Coronavac, diperoleh dari studi klinik fase 3 di Indonesia, Turki dan Brazil yang dipantau sampai periode 3 bulan, setelah penyuntikan dosis yang ke 2, secara keseluruhan menunjukkan vaksin Coronavac aman.
‘’Hasil evaluasi menunjukkan Coronavac aman dengan kejadian efek samping, yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang. Yaitu efek samping lokal berupa nyeri, indurasi (iritasi), kemerahan dan pembengkakan. Selain itu terdapat efek samping sistemik berupa myalgia (nyeri otot), fatigue dan demam,’’ tuturnya.
Efek samping tersebut bukan merupakan efek samping yang berbahaya dan dapat pulih kembali. Vaksin CoronaVac, kata dia, juga telah menunjukkan kemampuan dalam pembentukan antibodi di dalam tubuh. Juga kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus (imunogenisitas), yang dilihat dari mulai uji klinik fase 1 dan 2 di Tiongkok dengan periode pemantauan sampai 6 bulan.
‘’Pada uji klinik fase 3 di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik. Sampai 3 bulan jumlah subjek yang memiliki antibody masih tinggi yaitu sebesar 99,23 persen,’’ jelasnya.
Selain itu, hasil analisis terhadap efikasi vaksin CoronaVac dari uji klinik di Bandung, menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen. Dari laporan dari efikasi vaksin di Turki adalah sebesar 91,25 persen, serta di Brazil sebesar 78 persen. Hasil tersebut telah memenuhi persyaratan WHO dengan minimal efikasi vaksin adalah 50 persen.
‘’Efikasi vaksin sebesar 65,3 persen dari hasil uji klinik di Bandung tersebut menunjukkan harapan, vaksin ini mampu untuk menurunkan kejadian penyakit Covid-19 hingga 65,3 persen,’’ tambah Penny.
‘’Oleh karena itu, pada hari ini, Senin, tanggal 11 Januari 2021, Badan POM memberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergensi (Emergency Use Authorization/EUA) untuk vaksin Covid-19 yang pertama kali, kepada vaksin CoronaVac, produksi Sinovac Biotech Inc. yang bekerja sama dengan PT. Bio Farma,’’ tegas Kepala Badan POM. (* rdt)