
Malang – Polemik pemanfaatan tanah kas desa (TKD) Selorejo Kecamatan Dau, Kabupaten Malang berlanjut. Pihak yang bersengketa, Pemdes Selorejo dan Kelompok Tani Sumber Rejeki saling klaim. Merasa benar atas kewenangan pengelolaannya.
Kini masuk meja hijau. Kedua pihak sama-sama menunjukkan fakta. Kuasa hukum kelompok tani Sumber Rejeki, Wiwid Tuhu Prasetyanto membenarkan. Saat ini, perkaranya dalam proses sidang perdata.
“Untuk pemasangan spanduk semua pihak sah-sah saja. Karena kita sama-sama menunjukkan fakta yang terjadi saat ini. Soal sengketa yang masih diproses di pengadilan,” katanya, Minggu (10/1). Menurutnya, pemasangan spanduk oleh Pemdes Selorejo di area sengketa, dinilai tidak ada permasalahan.
“Kami juga memasang, spanduk itu (yang dipasang Pemdes) tidak ada masalah. Selama itikad baik kedua belah pihak untuk menjaga. Tidak memaksakan kehendak sendiri. Saya kira tidak ada masalah. Semua harus tunduk dan taat dengan koridor hukum,” tegasnya.
“Karena belum ada putusan inkrah. Maka petani sebagai pemilik tanaman, berhak merawat tanamannya. Karena belum ada keputusan hukum yang menyatakan petani itu tidak berhak,” terangnya.
“Permasalahan ini berbeda. Jika tanaman tidak dirawat akan mati. Apalagi ditemukan fakta jika tanaman jeruk tersebut ditanam oleh petani,” imbuhnya. Jika masih dalam proses hukum, lahannya menjadi status quo. Lahan tersebut harus dikuasai pihak yang terakhir menguasai.
“Ini adalah obyek tidak bergerak. Di dalamnya ada tanaman hidup. Kalau tidak dirawat bisa mati. Hukum tidak begitu. Hukum itu upaya untuk memperoleh keadilan dan memperoleh pemanfaatan,” jelasnya.
Kuasa hukum Pemdes Selorejo, Didik Lestariono, menyatakan pihaknya memiliki hak yang sama. Terkait pemasangan baliho, di lahan TKD yang disengketakan. Tiga titik baliho dipasang tulisan sesuai hasil kesepakatan dan perundang-undangan. Termasuk, soal peraturan Bupati Malang dalam polemik itu.
“Harusnya kebun jeruk itu dikembalikan ke asal muasalnya. Yakni ke desa. Harus diserahkan kembali menjadi tanah kas desa. Kami melihat ada upaya dari penyewa untuk memiliki tanah tersebut. Padahal itu ‘kan tanah kas desa,” terang Didik. Ia mempertanyakan bukti-bukti petani yang mengklaim sudah menyewa lahan. Karena sewanya sudah selesai akhir 2020.
“Ya kami merasa janggal, lahan jeruk itu tanah kas desa. Kok bisa di daftarkan gugatan ke pengadilan. Padahal tanah itu bukan milik pribadi,” ujarnya.
Senada dengan Wiwid, Didik juga berharap agar seluruh pihak bisa menahan diri untuk tidak berbuat sesuatu di luar koridor hukum.
“Intinya adalah petani hanya menyewa kan, kalau kontrak sewanya sudah habis ya sudah. Harus dikembalikan ke TKD. Kalau mau sewa lagi, otomatis kewenangannya ada di pemerintahan desa melalui Bumdes yang sudah dibentuk,” pungkas Didik.(jay)