Malang – Retribusi sampah Kota Malang dikritisi. Kali ini Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Malang Raya membawa persoalan ini ke legislatif Kota Malang. Aziz, mewakili GMPK menyatakan retribusi sampah dirasa memberatkan warga. Utamanya karena pandemi ini.
Disebutkan, masyarakat diwajibkan membayar dua kali retribusi sampah. Padahal dalam Perda Nomor 3 tahun 2015, diatur pengelolaan sampah merupakan kewajiban Pemerintah Kota Malang. Mulai dari sumber sampah (rumah tangga) hingga TPA. Faktanya, masyarakat juga ditarik retribusi sampah oleh PDAM. Juga pengurus RT/RW. Ini membuat GMPK ingin tahu alasannya.
“Masuk aduan ke GMPK. Bahwa masyarakat diharuskan bayar dua kali retribusi sampah,” tegasnya.
Ia menyatakan telah menemui Direktur PDAM Kota Malang. Alasan PDAM, untuk menyatukan tagihan retribusi sampah. Agar memudahkan pengumpulan dana.
Ini merupakan titipan dari Pemkot Malang. Kejanggalan juga dirasa, karena ada perbedaan biaya retribusi sampah yang tidak masuk akal. “Dari data yang saya kumpulkan, memang ada perbedaan penarikan retribusi sampah di beberapa titik di Kota Malang tidak sesuai dengan NJOP,” jelasnya.
Audiensi pertama tahun 2021 oleh DPRD Kota Malang ini dihadiri: Pengurus Progresif Law. Pengurus LBH Pemberdayaan Masyarakat Untuk Keadilan (LBH PEKA). Tiga LSM ini menanyakan kenapa penarikan retribusi sampah dilakukan dua kali
Mereka juga mengkritisi hal lain, seperti: Rancangan perda terbaru tentang retribusi sampah. Program pembangunan Kayu Tangan Heritage. Penyelesaian kasus korupsi. Hal itu disampaikan dalam audiensi di ruang rapat internal DPRD Kota Malang, Rabu (6/1) pagi.
Ketua DPRD Kota Malang, I Made Rian Diana Kartika menyatakan. Sepengetahuannya, retribusi sampah PDAM ini, tugas tambahan dari Pemkot Malang. Nantinya PDAM akan memberikan ke Dinas Lingkungan Hidup. Rencananya ia dan jajarannya akan menyelesaikan tiga perda. Salah satunya tentang retribusi daerah. (nyk/jan)