Malang – Bau sampah yang berasal dari TPA Tlekung kerap dikeluhkan masyarakat. Ini karena bau sampah itu sering tercium hingga ke pemukiman warga. Bahkan tak jarang baunya tercium hingga tembus radius dua kilometer lebih.
Ditambah lagi saat ini sedang musim penghujan. Bau sampah semakin menyengat. Karena penaburan kapur kurang efektif saat musim penghujan.
Penaburan kapur ini dilakukan setelah proses pemadatan. Fungsinya untuk menetralisir bau sampah.
Mengatasi bau sampah yang menyeruak ke lingkungan masyarakat itu pun dilakukan. Pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu tak tinggal diam. Mereka telah memiliki rencana untuk memperluas TPA Tlekung.
Kepala DLH Kota Batu, Aries Setyawan membenarkan hal itu. Ia menjelaskan, keterbatasan lahan menjadi kendala dalam pengelolaan sampah secara sanitary landfill.
Maka, pihaknya berencana akan memperluas TPA Tlekung ke sisi barat. Agar bisa meneterapkan metode sanitary landfill.
“Untuk kedepannya, kami menargetkan bisa diterapkan dan dilakukan sanitary rendfill. Setelah dilakukan perluasan lahan di sisi barat TPA Tlekung,” ujarnya.
Perluasan lahan TPA Tlekung itu, akan memanfaatkan lahan milik Perhutani seluas 1,8 hektar. Wacana ini telah dibahas antara DLH Kota Batu dan Perum Perhutani Divisi Regional Jatim selaku pengelola lahan.
Kontur lahannya berupa cekungan. Sehingga cukup representatif untuk menerapkan sanitary landfill.
“Untuk saat ini, masih dilakukan kajian dengan Perhutani. Mengenai kerjasama perluasan lahan TPA Tlekung,” ungkapnya.
Langkah ini diharapkan, bisa meminimalisir bau sampah. Agar tak sampai menyeruak hingga ke pemukiman. Ini terjadi karena, sel sampah yang digunakan saat ini luasnya sangat terbatas.
“Salah satu cara untuk mengatasi bau sampah itu, dengan dilakukannya perluasan. Dengan begitu, bisa menata tumpukan sampah di sel sampah untuk meminimalisir bau,” kata Aries.
Sementara itu, Kabid Kebersihan dan Pertamanan DLH Kota Batu, Imron Suyudi menambahkan. Tugas pihaknya, melakukan pemadatan sampah untuk menetralisir bau.
Proses pemadatan didahului dengan pengerukan sampah yang menumpuk di sel aktif. Pada saat pengerukan inilah, bau tak sedap timbul dan menguap.
“Pemadatan dilakukan untuk menetralisir bau. Jangan sampai ada rongga udara di sela-sela tumpukan sampah. Itu yang menyebabkan bau,” kata dia.
Sementara itu, luas lahan TPA Tlekung yang dimanfaatkan saat ini hanya satu hektar. Itu digunakan untuk menimbun tumpukan sampah atau yang biasa disebut sel sampah.
Ada dua sel di lahan seluas satu hektar ini. Yakni sel aktif dan sel pasif.
Sel yang sudah tidak dimanfaatkan, kata Imron, akan ditimbun tanah. Biasa disebut sel pasif. Sel aktif masih dimanfaatkan sebagai tempat penampungan sampah.
“Sel pasif sekitar 30 persen dari luasan lahan. Sejumlah 70 persen luasan lahan masih sel aktif. TPA ini hampir penuh,” ungkapnya.
Luas lahan yang hampir penuh ini, menyulitkan penerapan pengelolaan sampah dengan sistem sanitary landfill. Selama ini sistem pengelolaan sampah secara open dumping.
Kata dia, berdasarkan UU nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Semua daerah wajib beralih dari sistem pembuangan terbuka (open dumping) ke sanitary landfill atau lahan uruk terkendali (controlled landfill). (ano/jan)