Surabaya – Salah satu tumbuhan dari Indonesia Timur ternyata dapat menghambat pertumbuhan sel kanker darah. Ini merupakan riset dari Prof Dra Tjitjik Srie Tjahjandarie Ph.D. Prof Tjitjik merupakan satu dari tiga guru besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang dikukuhkan di pengujung tahun 2020, tepatnya Rabu (30/12). Pengukuhan digelar di Aula Garuda Mukti Kampus C Unair.
Prof Tjitjik Srie Tjahjandarie merupakan guru besar bidang Kimia Organik, Fakultas Sains dan Teknologi.Dikutip dari Rilis Pers Pusat Komunikasi dan Informasi Publik Unair, Minggu (3/1), Prof. Tjitjik menyampaikan pidato perihal hasil risetnya dan tim Fakultas Sains dan Teknologi Unair, yaitu “Bioprospek Tanaman Endemik Indonesia Timur sebagai Sumber Penemuan Kandidat Obat dalam Upaya Peningkatan Ketahanan Kesehatan”.
Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan biodiversitas terbesar di dunia, salah satu di antaranya adalah tumbuhan. “Indonesia Timur merupakan wilayah yang kaya sumber tanaman endemic yang dipengaruhi oleh benua Australia atau disebut flora Australis. Keragaman senyawa metabolit sekunder dari flora Australis, terutama jenis suku Calophyllaceae, Rutacea, dan Fabaceae sampai saat ini belum pernah dikembangkan dan dilaporkan oleh peneliti,” jelas guru besar ke-516 sejak Unair berdiri itu.
Lebih lanjut, selama tujuh tahun terakhir, Prof Tjitjik dan tim melakukan penelitian yang fokus untuk mengungkap keragaman senyawa kimia jenis tumbuhan berhabitus pohon dari Indonesia Timur. Pemetaan keragaman metabolit sekunder flora Australis Indonesia Timur, diharapkan dapat melindungi plasma nutfah tumbuhan Indonesia dan menemukan chemical marker untuk tumbuhan obat Indonesia terutama dari suku Calophyllaceae, Rutacea, dan Fabaceae.
Selain itu, sambungnya, pengembangan penelitian telah menghasilkan ratusan senyawa metabolit sekunder dengan puluhan senyawa baru yang memiliki efek fisiologis yang sangat tinggi dalam menghambat pertumbuhan sel kanker (antikanker) dan Plasmodium falciparum (antimalaria).
“Hasil penelitian pada tumbuhan Calophyllum yang merupakan famili dari Calophyllaceae menghasilkan enam senyawa baru dari spesies C. Tetrapterum dan C peekeli. Calotetrapterin A-C dari spesies C. Tetrapterum yang dihasilkan memperlihatkan nilai penghambatan yang sangat kuat dalam menekan pertumbuhan sel kanker darah (P-388) dan Calopeekeli A-C dari C peekeli merupakan senyawa baru golongan asam kromanoat yang sangat aktif sebagai anti-malaria,” ujar alumnus Univesity of Western Australia tersebut.
Genus Melicope, sambungnya, merupakan bagian dari famili Rutaceae, yang mengandung senyawa golongan alkaloid, kumarin, flavonoid, asilfloroglusinol, asam sinamat dan hibrid alkaloid (gabungan dua senyawa). Penelitian terhadap Melicope menghasilkan lima senyawa baru dari beberapa spesies Melicope yang sangat aktif sebagai anti-malaria dan anti-kanker (kanker rahim).
“Melimolucanin A aktif sebagai antimalaria, dan emapat senyawa baru Meliglabrin, Meliquersifolin B, Melikodenin F, Melikodenin J, menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap sel kanker rahim,” terangnya. (azt/ekn)