Surabaya – Untuk memudahkan warga masyarakat melakukan skrining Covid-19, National Hospital (NH), Surabaya akan membuka layanan PCR berbasis saliva atau air liur. Layanan ini masih menunggu registrasi dari Kementerian Kesehatan dan diharapkan sudah bisa dilakukan pada Januari 2021.
CEO National Hospital, Adj Prof Hananiel Prakasya Widjaya, mengatakan, selain lebih mudah, PCR berbasis air liur ini lebih sensitif sehingga bisa memberikan hasil yang lebih akurat.
‘’Hasilnya juga lebih cepat, karena hanya butuh waktu sekitar 4-5 jam. Sementara PCR berbasis Swab membutuhkan waktu 12 hingga 24 jam,’’ ujarnya di sela perayaan 8 tahun National Hospital, Sabtu (12/12) kemarin.
PCR merupakan metode pemeriksaan virus SARS Co-2 (Covid-19) dengan mendeteksi DNA virus. Dari uji ini akan didapatkan hasil apakah seseorang positif Covid-19 atau tidak. Sedang swab merupakan cara untuk memperoleh bahan pemeriksaan ( sampel ) yang dilakukan dengan cara mengusap rongga nasofaring atau orofarings menggunakan alat seperti kapas lidi khusus.
Hananiel mengakui, tingkat kesadaran masyarakat Jawa Timur untuk melakukan skrining Covid-19 cukup tinggi. Ini didasarkan jumlah orang yang melakukan tes Swab di rumah sakit tersebut yaitu antara 800 hingga 1.000 orang per hari. Layanan tes itu sendiri dibuka 24 jam setiap hari dan 7 hari dalam seminggu.
‘’Untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19, yang paling baik adalah dengan mencegah kontaminasi. Dalam hal ini edukasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting. Yang kedua adalah dengan skrining. Banyaknya orang yang melakukan Swab itu membuktikan tingkat kesadaran masyarakat untuk skrining cukup tinggi. Kalau sesegera mungkin melakukan skrining lalu tracing, ini akan menurunkan tingkat kontaminasi,’’ ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan PCR berbasis saliva bisa dilakukan sendiri dan tidak menyakitkan seperti pada Swab. Karena hanya butuh air liur, anak-anak pun bisa melakukan. Hananiel mengklaim, National Hospital akan menjadi rumah sakit pertama di Jatim bahkan Indonesia yang memberikan layanan PCR berbasis saliva. ‘’Di beberapa negara Eropa, Jepang, Singapura memang sudah ada,’’ tambahnya.
Sementara itu, untuk menampung pasien Covid-19, rumah sakit ini menyiapkan 55 tempat tidur (bed) dari 200 tempat tidur yang dimiliki. Dari 55 bed itu, 47 di antaranya untuk ruang isolasi dan 7 lainnya di ruang ventilator.
‘’Munculnya pandemi memaksa kita bergerak ke arah yang berbeda dengan cara yang benar-benar baru. Disrupsi ini membuat perubahan besar yang tidak dipungkiri memengaruhi semua sektor, termasuk layanan kesehatan. Perubahan penyesuaian besar-besaran harus dilakukan dari segi fasilitas,layanan dan banyak hal lainnya,’’ katanya. (azt/rdt)