![](https://malang-post.com/wp-content/uploads/2020/12/singoedan.png)
Anwar Sudarmadi. (dmp)
Malang – Boleh jadi maskot Arema dengan performance Singo Edan, yang dibawakan Anwar Sudarmadi, adalah yang tertua. Dari 17 maskot tim-tim kontestan Liga 1 2020. Baik saat ditampilkan di Stadion Gajayana Kota Malang, maupun di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang.
Pria yang akrab disapa, Pakde Singo tersebut, sudah memerankan sosok maskot Singo Edan, sejak Arema berkompetisi pada akhir era Galatama (XI) 1990/1992 silam. Dan terus berlangsung hingga Liga 1 2020 ini.
Praktis sudah 30 tahun, pria kelahiran Malang, 2 September 1956 tersebut, seakan tak tergantikan. Sangat familiar di kalangan publik sepak bola Malang Raya. Terutama di komunitas Aremania dan Aremanita. Bahkan tak tergantikan dibanding pemain dan pelatih, yang silih berganti keluar-masuk sejak 1990 hingga saat ini.
Meski dalam tiga musim terakhir, mulai bermunculan tiga maskot Singo Edan pendatang baru. Namun publik sepak bola Malang, lebih familiar dengan sosok Anwar Sudarmadi.
Sosoknya yang tinggi dengan fisik gempal, juga selalu murah senyum. Baik ke pendukung lawan maupun utamanya Aremania. Itu menjadi salah satu ciri khasnya. Maklum Anwar sebelumnya adalah mantan gelandang serang tim sepak bola lokal Malang, PS RSM (Rukun Santosa Muda Malang) era tahun 1980-1983.
‘’Model kostum dan topeng Singo Edan ini, sudah ada sejak tahun 1990. Dalam 30 tahun, saya sudah ganti lima kali. Walaupun lima kali diganti, tapi model dan tampilannya tetap sama, seperti awal dibuat 1990. Saya sendiri yang membuat dengan bahan-bahan seadanya,’’ tutur Anwar Sudarmadi, saat bertutur kepada DI’s Way Malang Post, kemarin.
‘’Untuk topeng kepala Singa ini, beratnya 1,5 kilogram. Memang dalam tiga musim terakhir sejak 2018, ada tiga maskot Singo Edan pendatang baru. Tapi saya tetap pede dengan diri sendiri dan tampilan maskot ini. Bedanya saya selalu memasang lambang burung Garuda Pancasila dan bendera Merah Putih. Saya kagum dan selalu mendukung NKRI selamanya,’’ tuturnya.
Buru-buru pria penggemar bakso dan es degan itu menggarisbawahi. Sejak tahun 1990 hingga saat ini di Liga 1 2020, setiap akan bertugas membawakan maskot Singo Edan, dia selalu membeli tiket, seperti layaknya penonton yang lain. Untuk bisa masuk ke Stadion Gajayana Malang atau Stadion Kanujuruhan, Kepanjen.
Dia tak hanya hilir mudik dengan performa mascot Singo Edan, dari settle band sektor barat stadion, utara, timur dan selatan. Namun juga ikut berjibaku, menenangkan penonton jika terjadi keributan atau kerusuhan. Termasuk mengimbau tak melempar benda-benda yang diharamkan regulasi manual liga.
‘’30 tahun dan ratusan pertandingan Arema di Malang, tidak pernah sekalipun secara cuma-cuma saya masuk area dalam stadion. Baik saat Arema bermain di Stadion Gajayana mauupun Stadion Kanjuruhan. Tidak ada istilah gratisan bagi saya,’’ tegasnya.
‘’Peran maskot Singo Edan ini, saya lakukan tulus sebagai bentuk cinta Arema. Tanpa bayaran. Ya sudah 30 tahun. Sudah berapa pemain dan pelatih yang saya kenal, sampai lupa. Selama 30 tahun itu pula, sebelum pertandingan saya selalu foto bareng tim,’’ tegas Pakde Singo.
Anwar Sudarmadi juga mengakui, membutuhkan perjuangan tidak ringan untuk berangkat dari kediamannya ke stadion. Terlebih sejak Arema berkandang di Stadion Kanjuruhan tahun 2005 lalu.
Untuk usianya yang sudah tak muda lagi, jarak 30 kilometer dari kediamannya di Jalan Candi, Blok 2 RT 9 RW 2 Klaseman, Kelurahan Karangbesuki Kecamatan Sukun Kota Malang, ke Stadion Kanjuruhan di Kepanjen, tidaklah mudah. Namun rasa cinta dan kebanggaannya pada tim, mengalahkan rasa letih.
‘’Tahun 1990 hingga 2004, Arema masih berkandang di Stadion Gajayana. Masih dekat dari rumah. Hanya lima kilometer. Tapi sejak 2005 sampai saat ini, kandang Arema pindah ke Stadion Kanjuruhan, di Kepanjen, Kabupaten Malang.’’
‘’Ya jauh juga naik sepeda motor 30 kilometer untuk usia saya, yang tidak lagi muda. Tapi saya tidak peduli itu. Termasuk ketika cuaca di dalam stadion panas atau hujan. Saya tetap berdiri di lintasan lari. Tapi kalau tidak ada pertadingan, ya saya kembali kerja. Kebetulan membuka bengkel sendiri dan tempat cuci sepeda motor,’’ tegas pengidola Bung Karno itu. (act/rdt)