Jakarta – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan ada 49.390 tempat pemungutan suara ( TPS) yang memiliki potensi kerawanan pada Pilkada Serentak 9 Desember mendatang. Indikator kerawanan yang dimaksud meliputi potensi terganggunya pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS yang berdampak pada menurunnya partisipasi. Hilangnya hak pilih, potensi kegagalan penghitungan suara melalui Sirekap, termasuk standar pelaksanaan protokol kesehatan di masa pandemi.
“Hasilnya, ditemukan sejumlah 49.390 TPS memiliki kerawanan yang tersebar menjadi sembilan indikator kerawanan,” kata Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin dalam konferensi pers yang disiarkan di kanal Youtube Bawaslu RI, Senin (7/12).
Menurut Afif, 49.390 TPS rawan tersebut diambil dari sedikitnya 21.250 kelurahan atau desa di 31 provinsi yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya.
TPS rawan di antaranya; TPS yang sulit dijangkau karena letak geografis, cuaca, dan keamanannya tidak memungkinkan berjumlah 5.744 TPS. TPS tidak memiliki akses bagi pemilih penyandang disabilitas sebanyak 2.442 TPS. TPS dengan pemilih yang tidak memenuhi syarat (meninggal dunia, terdaftar ganda, tidak dikenali) yang terdaftar di DPT sebanyak 14.534 TPS.
Berikutnya, TPS dengan pemilih memenuhi syarat yang tidak terdaftar di DPT sebanyak 6.291 TPS. TPS yang memiliki kendala jaringan internet di lokasi sebanyak 11.559 TPS. Terkendala aliran listrik di lokasi sebanyak 3.039 TPS. Serta penyelenggara pemilihan tidak dapat daftar (log in) Sirekap saat simulasi 3.338 TPS.
Sementara terkait penerapan protokol kesehatan, sejauh ini Bawaslu mencatat ada sekitar 1.420 TPS yang tidak sesuai dengan protokol kesehatan.
“TPS yang tidak sesuai protokol kesehatan, misalnya lokasi sempit, (TPS) di dalam ruangan, dan seterusnya. Itu (jumlahnya) 1.420,” kata Afif.
Selain itu, Bawaslu juga mendapati 1.023 TPS yang petugas penyelenggara pemilihan atau petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dinyatakan positif Covid-19. Hal tersebut juga masuk indikator kerawanan karena akan menggangu jalanya tahapan pilkada
“ Ini masuk sebagai indikator kerawanan. Ini akan membuat petugas yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas. Padahal tidak ada KPPS pengganti. Akibatnya, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara dilakukan dengan petugas yang tidak lengkap,” tuturnya.
Pengambilan data pemetaan kerawanan pemungutan dan penghitungan suara dilakukan selama 2 hari pada tanggal 5-6 Desember 2020. Jumlah TPS rawan yang terpetakan tersebut belum termasuk daerah Indonesia Timur seperti Papua dan Papua Barat. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan jaringan internet pada saat pengiriman data. (kps/anw)