Jakarta – Pemerintah terus berupaya agar rantai penularan Covid-19 bisa ditekan. Misal, dengan merencanakan pengadaan vaksin Covid-19. Tetapi tanpa dukungan masyarakat, program vaksinasi tentu tidak akan bisa berjalan lancar.
Masyarakat juga perlu proaktif dengan cara terus disiplin menjalankan protokol kesehatan (prokes) 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak). Bahkan, sampai nanti vaksin sudah hadir.
Pakar Imunisasi, dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH mengatakan, prokes 3M ini berdasarkan penelitian WHO, dan telah ditetapkan sebagai standar bagi semua negara.“Jadi, kalau kita tidak melakukan apa-apa, kemungkinan tertular Covid-19 itu 100 persen. Namun, kalau kita mencuci tangan dengan sabun selama 20 detik, itu menurunkan risiko penularan hingga 35 persen,” ujar dr JaneSoepardi saat dialog “Siapkan Kedatangan Vaksin” yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis (3/12).
Kalau kita menggunakan masker biasa yang tiga lapis, lanjut Jane, akan mampu menurunkan risiko penularan hingga 45 persen. Kalau kita menggunakan masker bedah yang warnanya hijau atau biru menurunkan risiko penularan hingga 70 persen. Kalau kita menjaga jarak aman, akan menurunkan risiko penularan hingga 85 persen.
“Jadi yang berkerumun itu saya rasa keterlaluan sekali karena abai kepada dirinya sendiri dan orang di sekitarnya,” pungkasnya.
Sementara Indonesia ternyata juga turut serta meneliti dan memproduksi vaksin Covid-19 mandiri yang disebut vaksin Merah Putih. Saat ini Indonesia sedang berproses untuk menghasilkan vaksin.
Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19, Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset Inovasi Nasional, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, mengatakan kita bersyukur bahwa perusahaan nasional Bio Farma masuk ke dalam CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations), dan ikut berperan dalam inovasi dan produksi vaksin di dunia.
Indonesia mengembangkan vaksin Merah Putih dengan beberapa institusi. Seperti Lembaga Eijkman dan beberapa universitas. Termasuk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan platform yang berbeda-beda dengan target produksi di tahun 2021.
“ Faktor yang menjadi fokus pengembangan vaksin Merah Putih tentu keamanannya. Kemudian tingkat efektivitasnya. Stabilitas vaksin Merah Putih itu sendiri, implementasi, hingga ketersediaannya nanti juga akan terus dipantau,” ujar Prof. Ali Ghufron saat dialog “Vaksin dan Pembangunan Kesehatan Indonesia” yang digelar Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), belum lama ini.
Deputi Fundamental Research Eijkman Institute, Prof. Herawati Sudoyo Supolo mengatakan, kita harus turut serta dalam pengembangan vaksin ini. Karena kita mempunyai kemampuan, sumber daya manusia, dan fasilitas yang mumpuni.
“Terkait pengembangan vaksin Covid-19 yang dikembangkan Eijkman, kita telah menggunakan pendekatan terbaru yang lebih cepat dan aman, serta mampu memberikan data yang akurat pada pemerintah,” ujarnya.
Vaksin Merah Putih diyakini akan memberikan kedaulatan nasional. Karena itu percepatan penemuan kandidat vaksin Merah Putih ini dilakukan secara paralel.(IDP-Eka Nurcahyo)