
Pada saat menghadiri sidang KTT ASEAN-Australia secara virtual pada tanggal (14/11/2020) dari Istana Bogor Kepresidenan, Presiden RI Jokowi menyampaikan 3 pesan diantaranya yaitu “ Pertama, mengenai pentingnya memperhatikan kerja sama di bidang kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang yaitu membangun ketahanan kesehatan kawasan dan dunia. Kedua, meminta kerja sama negara-negara untuk mengatasi dampak ekonomi dari pandemi Covid-19. Ketiga, terus menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan Indonesia dan dunia“.
Pesan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi mendapatkan banyak tanggapan dari beberapa politisi. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menuturkan, Presiden Jokowi menginginkan isu sentralistis dan soliditas ASEAN secara konsisten selama KTT. Pesan lain yang mengemukan adalah penghormatan hukum internasional atau UNCLOS 1982 dan pentingnya memperkuat multilateralisme. Pernyataan Jokowi juga mendapat komentar dari pakar ekonomi Nida Sa’adah, S.E.Ak., M.E.I. sebagai sebuah paradoks. Menurutnya, di tengah seruan untuk memperhatikan kesehatan, kebijakan pemerintah Indonesia justru terlihat tidak memprioritaskan isu kesehatan sebagai hal utama.
“Anggaran kesehatan di tahun 2021 malah lebih rendah jika dibanding pengadaan infrastruktur. Belum lagi kesepakatan membuka kembali kawasan wisata di Indonesia untuk negara-negara tertentu. Artinya, mobilitas manusia dari dan ke dalam negeri, harusnya menjadi pertimbangan tersendiri,” jelasnya kepada MNews, 18/11/2020.
Lebih jauh lagi, Nida menjelaskan, ajakan untuk menghormati hukum internasional dan menjaga stabilitas kawasan juga terasa paradoksnya.
Berdasarkan pernyataan tersebut, terlihat jelas bahwa apa yang disampaikan oleh Jokowi dan menjadi ancangan masa depan dari ASEAN tersebut sangat bertolak belakang dengan realitas yang terjadi pada negeri ini. Covid-19 sendiri menjadi salah satu trigger yang mengungkapkan bahwa pemerintah tidak mampu untuk memberikan fasilitas kesehatan yang memadai bagi masyarakat, bahkan hingga sekarang Negara Indonesia masih mengalami peningkatan angka positif Covid-19 yakni 493.308, hal ini menunjukan bahwa adanya penurunan kinerja dari bidang kesehatan. Kinerja kesehatan seperti adanya fasilitas rumah sakit yang kurang memadai, maupun peran para anggota medis sendiri yang merasa kewalahan menangani permasalahan Covid ini, hal ini terjadi sebab kurangnya prioritas dan keseriusan yang ditunjukkan oleh pemerintah saat ini melalui penyediaan APD yang masih sangat kurang serta adanya penetapan beberapa kebijakan kontroversial yang semakin menyulitkan masyarakat, dan memaksa masyarakat untuk turun ke jalan. Jadi, apa yang dikatakan Jokowi dalam membangun ketahanan kesehatan kawasan dan dunia nyatanya hanya sebagai sebuah paradox belaka, pernyataan ini tentu digunakan untuk menutupi kedok sebenarnya dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan pemerintahan saat ini.
Adapun pernyataan menjaga perdamaian serta stabilitas di kawasan dan dunia yang dinilai sebagai sebuah multilateralisme jahat. tentu dalam menjaga sebuah stabilitas antar Negara perlu adanya kerja sama yang baik dari masing-masing Negara. Dalam perundang-undangan ASEAN bentuk kerja sama yang baik adalah dengan ditetapkannya kontrak perjanjian-perjanjian berupa investasi yang akan menguntungkan bagi setiap Negara. Investasi sendiri menjadi sebuah big proyek dalam melanggengkan hubungan antar sesama Negara ini. Indonesia sendiri merupakan Negara yang membuka seluas-luasnya lapangan investasi bagi para aseng-asing, sayangnya alih-alih ingin melanggengkan hubungan malah justru Indonesia hanya dijadikan sebagai tempat bereksploitasi. Pada kenyataannya, bahwa dengan adanya investasi ini, kekayaan SD yang dimiliki oleh negeri ini telah semakin dikuasai oleh para asing-aseng.
Beberapa perjanjian seperti Freeport, penyaluran tenaga kerja asing, pembangunan perusahan-perusahan asing dan lain-lain adalah bentuk dari strategi untuk mengeksploitasi kekayaan yang ada dalam negeri ini sehingga stabilitas ekonomi dalam negeripun cenderung menurun drastis dan tidak menemukan titik terang. Hal ini menunjukan bahwa Negara Indonesia telah menjadi Negara jajahan yang dilakukan secara tidak langsung, dan adanya permainan di balik tirai oleh kaum Kapital untuk menguasai negeri ini. Hal ini terjadi, karena jelas dalam sistem Kapitalisme yang digunakan saat ini, orang-orang yang memiliki kekuasaan atau pun modal sajalah yang mampu menguasai dan menyetir stabilitas dunia.
Para kapital tidak akan melepaskan begitu saja cengkaramannya, terutama terhadap Negara-negara yang akan menguntungkan baginya, mereka akan terus-menerus melakukan aksinya hingga mereka benar-benar mendapatkan kedudukan tertinggi dan mampu mengatur stabilitas dunia. Jadi, stabilitas yang dibangun adalah stabilitas antar kapital saja bukan antar negara. Berdasarkan hal ini, dunia seharusnya sadar bahwa sistem Kapitalisme adalah sistem rusak yang rakus akan kekuasaan dan keuntungan sepihak. Maka, sistem ini perlu diganti dengan sistem yang baru, berideologi kuat, sesuai dengan fitrah setiap manusia dan berkelanjutan. Sistem itu adalah sistem Islam yang memiliki semua kriteria itu.
Islam sendiri adalah sistem paripurna yang memiliki ideologi kuat yakni ideologi mengakar dan berasal dari sumber yang benar yaitu ditetapkan oleh sang Khaliq. Islam sesuai dengan fitrah manusia, islam mampu menyelesaikan setiap permasalahan dalam kehidupan manusia seperti politik, ekonomi, sosial, dan lainnya tanpa menyakiti siapapun. Islam merupakan sistem yang berkelanjutan karena Islam memiliki pondasi serta struktur yang valid untuk memimpin setiap zaman yang ada. Dalam islam terdapat peraturan-peraturan yang mampu mengatur stabilitas dunia dengan sangat baik, terbukti 13 abad yang lalu Islam mampu menguasai 2/3 dunia. Islam menghentikan adanya kesenjangan, kriminalitas, kemiskinan, kekuasaan sepihak dan lainnya.
Salah satu contoh, dalam bidang ekonomi Islam memiliki aturan yang disebut Politik Ekonomi Islam. Dalam PEI islam akan mengatur dengan baik tatanan ekonomi negara, seperti menegakkan negara yang mandiri, menghentikan adanya perjanjian-perjanjian yang tidak menguntungkan serta melakukan pengelolahan SD dalam negeri secara mandiri tanpa campur tangan pihak lain dan outputnya akan dikembalikan kepada masyarakat. Pemerintahan Islam juga dibangun atas keimanan dan ketakwaan penuh terhadap sang Khaliq (Allah SWT), sehingga struktural yang akan dibentuk adalah struktural ketaatan dan keimanan. Hal inilah yang kemudian membentuk karakter para pemimpin dalam pemerintahan Islam. Para pemimpin dalam Islam tidak akan mudah disetir untuk melakukan kedzaliman terhadap rakyatnya, justru atas dasar keimanan dan ketakwaan itulah mereka akan melaksanakan dengan optimal tanggung jawab mereka sebagai periayah umat/masyarakat. Jadi, islamlah sistem yang mampu menjaga stabilitas dunia ini.
Penulis : Rizky Yaurwarin (Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang)