Sudah hampir satu tahun dunia menghadapi sebuah krisis kesehatan akibat Pandemi Covid-19 yang muncul pada Desember tahun 2019 yang lalu tepatnya di Kota Wuhan, China. Akibat dari adanya pandemi tersebut, berbagai sector kehidupan turut mengalami sebuah guncangan hebat. Lebih dari 100 negara di dunia tak terkecuali juga Indonesia tidak luput dari serangan ganas Covid-19, hingga Tulisan ini dibuat berdasarkan data Kemenkes sebanyak 470.648 kasus tercatat telah terjadi di Indonesia dengan angka kematian sebanyak 15.296 jiwa. Angka ini menunjukkan betapa extraordinary-nya Covid-19 tersebut menyerang sistem imun manusia. Bahkan, sector ekonomi turut mengalami resesi sebagai dampak dari Pandemi, dikutip melalui portal berita CNBC Indonesia (09 September 2020), sebanyak 44 Negara resmi masuk ke dalam jurang Resesi, tak terkecuali Indonesia pada kuartal II mencatatkan pertumbuhan sebesar -5,32% dan pada kuartal III memang mengalami perbaikan namun masi berada posisi negative yakni -3,49%.
Hari ini Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Daerah telah melakukan upaya yang luar biasa guna melindungi masyarakatnya dari bahaya Covid-19 tersebut. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan sebagai bagian dari upaya pemerintah memberikan perlindungan sekaligus alternative solusi kepada masyarakat agar dapat bertahan menghadapi pandemi. Namun, berbagai kebijakan tersebut tidak serta-merta dapat diterima atau bahkan menjadi solusi di masyarakat. pro-kontra mewarnai peng-implementasian kebijakan-kebijakan yang ada. Sebagai contoh, dapat kita saksikan bahwasanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dianggap oleh Pemerintah Indonesia sebagai cara terbaik mengatasi Pandemi ini pada kenyataannya justru menyebabkan riuh rendah publik. tentu, dalam perspektif pemerintah hal tersebut adalah hal yang amat wajar, sebab di Negara Demokrasi layaknya Indonesia setiap orang berhak menyatakan pandangannya terkait kebijakan yang dibuat pemerintah.
Dalam konteks penanganan Pandemi Covid-19 ini, penulis beranggapan bahwasanya salah satu factor penting yang harus menjadi perhatian dari Pemerintah sebagai pembuat kebijakan yakni peran serta masyarakat dalam proses pelaksanaan suatu program/kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Histiraludin (dalam Handayani 2006:39-40) bahwasanya “Partisipasi lebih pada alat sehingga dimaknai partisipasi sebagai keterlibatan masyarakat secara aktif dalam keseluruhan proses kegiatan, sebagai media penumbuhan kohesifitas antar masyarakat, masyarakat dengan pemerintah juga menggalang tumbuhnya rasa memiliki dan tanggung jawab pada program yang dilakukan”. oleh karenanya, dalam proses penanganan Pandemi Covid-19 hari ini, Pemerintah sudah seharusnya melibatkan masyarakat tidak hanya sebagai objek kebijakan yang dibuat namun juga menjadi subjek, dengan demikian proses implementasi program/kebijakan yang dibuat oleh pemerintah akan dapat berjalan efektif manakala masyarakat memahami sehingga kemudian menyadari bahwasanya program/kebijakan yang dibuat oleh pemerintah benar-benar sebagai sebuah wujud keberpihakan pemerintah terhadap rakyatnya.
Kebijakan lain Pemerintah seperti halnya penutupan sekolah, penutupan tempat ibadah, penutupan area industry & perkantoran, hingga penutupan ruang-ruang publik yang mana kemudian membawa dampak turunan di masyarakat seperti halnya, para siswa harus melakukan pembelajaran secara daring, masyarakat dianjurkan tidak mendatangi fasilitas publik, pekerja dianjukan agar work from home, masyarakat dilarang mengadakan kerumunuan dsb. hal-hal yang anti mainstream seperti ini tentu akan menjadi sesuatu yang sulit diterima oleh masyarakat. karenanya menjadi hal penting bagi pemerintah untuk kemudian melakukan komunikasi guna menumbuhkan peran serta masyarakat dalam mendukung kebijakan-kebijakan yang ada tersebut. pemerintah harus mengedukasi bahwasanya kondisi tak lazim ini mengharuskan setiap orang agar tak saling berdekatan, mengharuskan setiap orang menggunakan masker, dan mencuci tangan. Selain juga perlunya solusi lain dari pemerintah sebagai antisipasi dari dampak turunan dari pemberlakuan berbagai kebijakan yang ada.
Dalam masa krisis seperti hari ini, peran serta masyarakat menjadi kunci yang menentukan keberhasilan sebuah Negara melalui Pandemi Covid-19, paling tidak sampai ditemukannya vaksin sebagai alat proteksi medis bagi penguatan sistem imun manusia. Sangat bahaya kemudian, jika masyarakat tidak dididik untuk memproteksi dirinya dari serangan virus ini, seperti yang terjadi di Brazil ketika Presiden Jair Bolsonaro menganggap bahwa Covid-19 adalah “flu biasa” pada akhir maret lalu. Tak lama, brazil mengumumkan jumlah kasus positif terbesar ketiga di Dunia, enurut data yang dihimpun oleh Universitas Johns Hopkins. Bahkan Presiden Bolsonaro masih berinteraksi dengan angat dekat kepada pendukungnya dalam gelaran kampanye nasional di 15 maret lalu. Periset dari AS dan Italia meneliti jumlah kasus virus corona di Brazil bulan itu dan menemukan jumlah infeksi baru lebih tinggi 20 persen di kota-kota dengan jumlah pendukung Bolsonaro yang besar. Ini termasuk Sao Paulo, kota terbesar di Brazil dan Amerika Selatan. Angka kematian resmi di Sao Paulo- 4.688- lebih tinggi dari angka kematian resmi di China. Hal ini membuktikan tidak adanya peran serta masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan oleh virus Covid-19 ini.
Pemerintah sebagai pihak yang diberi kewenangan tentu sangat tidak diperkenankan untuk bertindak secara serampangan, dengan mengabaikan himbauan-himbauan dari berbagai pihak. Sebab tindakan pemerintah dan pemimpin menjadi role modell bagi perilaku masyarakatnya. Karenanya, Pemerintah Indonesia harus dapat dijadikan sebagai role modell bagi masyarakat agar terhindar dari virus tersebut. upaya pemerintah menjadi Role modell dan mempengaruhi masyarakat agar mau mengikuti sertiap kebijakan yang dibuat sebagai upaya meningkatkan peran dan kesadaran masyarakat itu sendiri. Strategi yang dapat ditempuh oleh pemerintah tentu dapat melalui banyak hal, sebagai contoh adalah kampanye dalam mendorong ketaatan pelaksanaan protocol kesehatan secara massif, kampanye inipun dapat dilakuakan dengan menggandeng influencer agar dapat berjalan lebih efektif dimasyarakat. Selain itu, pemberian fasilitas juga harus dipenuhi dengan baik, sebagai contoh adalah pemberian subsidi kuota internet agar para siswa juga tidak keseulitan melakaukan penbelajaran daring, pemberian bantuan secara massif dan tepat sasaran agar masyarakat utamanaya masyarakat miskin tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, lalu, pemberian fasilitas kesehatan secara terjangkau dan mudah agar masyarakat dapat memproteksi diri dengan lebih baik ketika dirasa kesehatannya menurun.
Hal-hal semacam ini menjadi penting dilakukan oleh pemerintah saat ini, guna mewujudkan peran masyarakat dalam menaati berbagai kebijakan yang ada, harus juga dilakukan antisipasi terhadap dampak turunan dari kebijakan utama yang dibuat. Sebab, masyarakat memiliki kesadaran bahwasanya tidak serta merta melaksanakan berbagai kebijakan yang ada jika pemerintah tidak memberikan antisipasi dari dampak turunan kebijakan utama, masyarakat juga tidak seluruhnya mengerti bahaya Covid-19 tersebut sehingga komunikasi yang baik perlu dilakukan antara masyarakat dengan pemerintah. Dengan demikian penulis berpendapat kesadaran masyarakat akan terbentuk untuk menaati setiap kebijakan pemerintah agar terhindar dari serangan Covid-19.
Penulis : Wiebi Winarto (Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Univ. Muhammadiyah Malang)