Pada tahun 2019, sebelum ada pandemi Covid-19, peran ekspor Jatim pada perekonomian sekitar 11,88 persen, di bawah peran pengeluaran konsumsi rumahtangga yang mencapai 59,37 persen dan peran pembentukan modal tetap bruto yang sebesar 28,48 persen. Kalau dibandingkan dengan provinsi lain, ekspor Jatim menyumbang sekitar 9,85 persen terhadap ekspor nasional. Menempati urutan ketiga setelah Jabar yang menyumbang sekitar 15,19 persen dan DKI yang menyumbang sekitar 13,29 persen. Dengan demikian, peran ekspor Jatim terhadap perekonomian baik daerah maupun nasional sangat penting dan strategis karena menjadi salah satu penopangnya.
Selama masa pandemi Covid-19 kinerja ekspor melemah, termasuk di Jatim. Dari rilis terbaru, BPS Jatim mencatat bahwa pada bulan Agustus 2020, kinerja ekspor daerah ini tidak begitu menggembirakan. Bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, nilai ekspor Jatim yang mencapai US$ 1,43 milyar mengalami penurunan sekitar 9,48 persen. Pun demikian bila dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya, nilai ekspor Jatim mengalami penurunan sekitar 24,70 persen.
Memburuknya kinerja ekspor Jatim pada Agustus 2020 disumbang baik dari ekspor migas maupun non-migas. Ekspor migas Agustus 2020 yang mencapai US$ 56,35 juta, turun sekitar 49,99 persen dibandingkan dengan Juli 2020. Nilai tersebut pun turun sekitar 48,60 persen jika dibandingkan dengan Agustus 2019. Demikian pula dengan ekspor non-migas Agustus 2020 yang mencapai USD 1,37 milyar, turun sebesar 6,36 persen dibandingkan dengan Juli 2020 dan turun sekitar 23,24 persen bila dibandingkan dengan Agustus 2019.
Penurunan ekspor Jatim pada kelompok migas pada Agustus 2020 yang cukup dalam bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya maupun bulan yang sama pada tahun sebelumnya, tidak berpengaruh banyak pada total ekspor Jatim, karena hanya menyumbang sekitar 3,95 persen terhadap total ekspor Jatim. Sementara, untuk kelompok non-migas dengan sumbangan 96,05 persen terhadap total ekspor Jatim mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan ekspor Jatim baik bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya maupun bulan yang sama pada tahun sebelumnya.
Hampir semua sub-kelompok komoditas ekspor non-migas mengalami penurunan, baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya maupun bila dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Misalnya pada sub-kelompok Lemak dan Minyak Hewan/Nabati dengan nilai US$ 100,31 juta, turun 22,92 persen dibandingkan Juli 2020 dan turun 8,78 persen bila dibandingkan Agustus 2019. Walaupun begitu, ada sub-kelompok komoditas yang mengalami peningkatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya tetapi mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Misalnya pada sub-kelompok Perhiasan/Permata dengan nilai USD$ 104,11 juta, naik 4,35 persen dibandingkan Juli 2020 tetapi turun 75,72 persen dibandingkan Agustus 2019.
Secara kumulatif Januari-Agustus 2020, kinerja ekspor Jatim mencapai nilai US$ 12,65 milyar. Bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, nilai ini mengalami penurunan sekitar 7 persen. Ini berarti dampak negatif dari pandemi Covid-19, yang dimulai pada pertengahan Maret 2020, masih berlangsung. Pandemi Covid-19 benar-benar merontokkan hampir semua aktivitas produksi, termasuk pada aktivitas produksi komoditas ekspor di Jatim.
Salah satu pemicu terpuruknya ekspor pada masa pandemi Covid-19 adalah adanya penghentian sementara aktivitas ekspor-impor di hampir semua negara tujuan ekspor Indonesia. Misalnya China yang sejak akhir tahun 2019 sudah terserang Covid-19. Pemicu lainnya adalah melemahnya hampir semua aktivitas ekonomi dimanapun. Walaupun pandemi Covid-19 di Indonesia baru mulai pada pertengahan Maret 2020, artinya terjadi hanya pada pertengahan bulan ketiga di kuartal pertama 2020, tetapi dampaknya sudah menjadikan ekonomi Jatim pada kuartal pertama 2020 melambat, dari biasanya 5 persen lebih menjadi hanya 3,02 persen. Penyebabnya adalah pertumbuhan beberapa kategori melambat, bahkan ada yang terkontraksi. Sehingga kinerja ekspor pun ikut melambat, yang pada kuartal pertama 2019 bisa tumbuh 11 persen lebih menjadi hanya bisa tumbuh 0,06 persen.
Pada kuartal kedua 2020, dampak negatif pandemi Covid-19 semakin besar. Ekonomi Jatim terkontraksi 5,9 persen. Hampir semua aktivitas ekonomi tumbuh negatif yang cukup dalam. Walaupun ada aktivitas ekonomi yang masih tumbuh positif, bahkan cukup tinggi, namun belum mampu untuk mendongkrak Ekonomi Jatim. Kontraksi di hampir semua aktivitas ekonomi, termasuk aktivitas ekonomi penghasil komoditas ekspor, berimbas pada kinerja ekspor Jatim yang juga terkontraksi cukup dalam, yakni 11,83 persen.
Pada Juli-Agustus 2020 dengan nilai ekspor US$ 3,0 milyar, mengalami penurunan sekitar 18,36 persen bila dibandingkan dengan nilai ekspor Juli-Agustus 2019 yang sebesar US$ 3,68 milyar. Ini bisa menjadi indikasi bahwa ekonomi di kuartal ketiga 2020 masih belum bisa pulih. Walaupun ada sub-kelompok komoditas yang mengalami peningkatan, misalnya Tembaga naik 30,83 persen, Ikan dan Udang naik 4,33 persen, dan Lemak dan Minyak Hewan/Nabati naik 3,86 persen, tetapi belum cukup untuk mendongkrak keseluruhan ekspor pada Juli-Agustus 2020 dibandingkan dengan ekspor Juli-Agustus 2019.
Dari catatan kinerja ekspor di atas, sepertinya dampak negatif pandemi Covid-19 masih akan berlangsung terhadap perekonomian. Sementara, tidak ada yang tahu pasti kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Ketika ada upaya untuk mengendalikan penyebaran Covid-19, misalnya dengan PSBB, maka aktivitas ekonomi akan terhambat. Sehingga kue ekonomi akan menyusut. Tetapi ketika ada pelonggaran agar aktivitas ekonomi tetap berjalan, yang akan terjadi adalah peningkatan penduduk yang ter-confirm Covid-19. Dengan kenyataan tersebut maka aktivitas ekonomi juga terhambat bahkan bisa terhenti sama sekali.
Untuk itu, harus ada strategi yang tepat untuk penanganan Covid-19, sehingga aktivitas ekonomi, termasuk ekspor, masih bisa tetap berjalan dan kembali pulih. Kita bisa lebih menggenjot aktivitas produksi lebih keras lagi pada sub-komoditas yang mengalami peningkatan pada Juli-Agustus 2020 dibanding periode yang sama tahun lalu. Kita juga bisa mencoba mencari negara tujuan baru untuk ekspor, yakni negara-negara yang terdampak Covid-19 rendah. Tetapi, dalam memacu produksi komoditas ekspor kita tetap mengedepankan protokoler kesehatan terhadap Covid-19, sehingga ada jaminan bahwa komoditas ekspor kita aman dari Covid-19 dan tidak ada penolakan oleh negara tujuan ekspor kita. Semoga.