Warga Curah Kembang Desa Ngenep Karangploso beraksi. Menolak pembangunan perumahan. Pasalnya, berada di atas sumber mata air. Padahal selama ini sumber tersebut di manfaatkan warga untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk mengairi pertanian. Menurut warga, pembangunan itu dikhawatirkan merusak mata air. Pasalnya, jarak aman Sumber Umbulan dengan lokasi perumahan yang akan dibangun, kurang dari 200 meter. Ini yang mendasari ke khawatiran warga. Termasuk resapan air dari perumahan bisa berpengaruh ke ma ta air. Suwardi dan Mus’tain, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), menjelaskan, Protes kemarin di karenakan faktor kerusakan Sumber Umbulan. Sejak pembangunan perumahan Taman Tirta.
“Padahal dulu pihak BPD termasuk saya, sudah menanyakan ke pihak pengembang. Soal legalitas PT. Tapi belum ada jawaban pasti. Surat ijin yang kita terima, hanya sekedar surat ijin memasukan alat berat. Belum ada yang lain,” ungkap Musta’in. Suwardi, Ketua Aliansi Penyelamatan Sumber Umbulan menambahkan. “Saya mewakili masyarakat Desa Ngenep, berkewajiban mengingatkan pengembang. Bahwa Sumber Umbulan, adalah salah satu mata air. Man faatnya banyak bagi warga sekitar. Termasuk irigasi sawah dan pertanian lain. Bahkan sudah tiga tahun ini, air Sumber Umbulan masuk
Program Nasional Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas). Lah ini mas. Belum apa-apa, jalan menuju sumber
mata air sudah rusak parah,” jelas nya.
Kebetulan, itu jalan menuju ke tempat keranda jenazah. Warga jadi bingung. Jika ada pemakaman warga, mau lewat mana. Apabila di lihat seksama, jarak perumahan dengan sumber Umbulan, sangat dekat. Kemungkinan bisa tercemar resapan atau rembesan sapiteng (septic tenk) warga perumahan. “Harapan saya, pihak pengembang berpikir ulang. Bilamana mendirikan perumahan. Kita ini tidak minta macam macam. Minimal pengembang membuat perumahan sesuai undang undang perlindungan mata air.
Peraturan yang berlaku di negara ini, minimal mendirikan bangunan 200 meter dari bibir mata air Sumber Umbulan,” tegas Suwardi. Purnawan Negara, Walhi Jatim membenarkan persoalan itu. Bahkan beberapa warga sudah melaporkan ke pihaknya. “Kita sudah investigasi ke lokasi. Ternyata patut diduga terjadi pelanggaran atas kawasan lindung mata air. Di mana perumahan mengeksploitasi ketentuan alih fungsi lahan dalam radius 200 meter dari mata air terluar. Sebagaimana ketentuan Perda RTRW Kabupaten Malang,” ujarnya. “Saya kira, tindakan warga sudah tepat. Ini untuk menyelamatkan sumber air. Saya sependapat dengan masyarakat. Bahwa untuk sementara, proyek pengembang dihentikan dulu. Sampai terdapat kejelasan legalitas. Dan, ditunjukkan ke warga. Ijin-ijin apa saja yang sudah memenuhi syarat-syarat yang berlaku,” tandas Purnawan. (ozzi-yan)