Universitas Negeri Malang (UM) melalui tim penelitinya menggagas sebuah solusi inovatif untuk sektor pertanian di Trenggalek. Implementasi dari gagasan ini diwujudkan dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) 2 Mahasiswa Pendidikan Geografi Universitas Negeri Malang Angkatan 2023 di Kabupaten Trenggalek, yang menjadi salah satu objek kajian mereka. Kegiatan penting ini menjadi fokus implementasi awal sebuah penelitian yang akan mengembangkan Sistem Informasi Pertanian Cerdas Milenial berbasis Teknologi Geospasial Berkelanjutan di Trenggalek. Melalui penerapan aplikasi e-Tandur, mahasiswa mencoba menjembatani teknologi geospasial canggih dengan praktik pertanian secara nyata di lapangan. KKL ini menjadi langkah konkret dalam pengumpulan data primer, yang penting untuk membangun sistem informasi pertanian yang komprehensif. Tujuan utamanya adalah menguji dan menerapkan sistem pemetaan digital secara langsung di area pertanian, sekaligus melatih mahasiswa dalam observasi lapangan.
Sebelum terjun ke lapangan, mahasiswa dibekali pemahaman kontekstual mendalam melalui kuliah tamu oleh Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Trenggalek, Dr. Imam Nurhadi, S.P., M.Agr. Beliau memaparkan kearifan lokal “Pranoto Mongso” yang berarti “aturan musim”, sebuah sistem kalender tanam tradisional warisan leluhur. Sistem kuno ini membuktikan bahwa nenek moyang telah memiliki sistem pertanian maju yang hidup selaras dengan alam, bahkan sejak era kerajaan. Petani kala itu menentukan waktu tanam, perawatan, hingga panen dengan cermat membaca tanda-tanda musim, perilaku hewan, dan arah angin. Kearifan lokal inilah yang menjadi landasan filosofis penting dalam pengembangan sistem pertanian cerdas yang diusulkan di Trenggalek.

Pengantar konsep pertanian berdasarkan Kearifan lokal petani berdasarkan pranatamangsa oleh Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kab. Trenggalek. (Foto: Istimewa)
Dr. Imam Nurhadi menegaskan bahwa Pranoto Mongso masih sangat relevan di era modern, karena dasarnya adalah peredaran semu matahari yang siklusnya tetap. Namun, tantangan besar saat ini adalah munculnya anomali cuaca yang membuat musim menjadi tidak menentu dan sulit diprediksi. Pemahaman mendalam tentang siklus alam ini, seperti yang diajarkan Pranoto Mongso, tetap menjadi pondasi krusial bagi petani. Perubahan iklim global telah menggeser pola musim yang dulunya stabil, sehingga petani modern menghadapi ketidakpastian yang lebih besar. Oleh karena itu, petani yang masih memahami Pranoto Mongso dinilai lebih siap menghadapi perubahan cuaca dibanding yang tidak memiliki pedoman sama sekali.
Fungsi utama Pranoto Mongso adalah melatih kepekaan petani dalam mengamati alam dan memahami dua hubungan penting antara waktu tanam dengan pertumbuhan tanaman, serta perubahan cuaca dengan serangan hama penyakit. Implementasi aplikasi e-Tandur dirancang secara spesifik untuk melengkapi kearifan ini dengan data geospasial yang presisi dan real-time. Kombinasi ini diharapkan dapat secara signifikan mengurangi risiko gagal panen, menekan penggunaan pestisida kimia, dan membantu petani menghindari dampak kekeringan atau banjir. Sinergi antara kepekaan pengamatan alam dan akurasi data digital inilah yang menjadi inti dari sistem pertanian cerdas. Pada akhirnya, tujuannya adalah menjaga keseimbangan antara manusia dan alam, sejalan dengan prinsip-prinsip ekologi yang diusung Pranoto Mongso.

Praktek implementasi e-tandur 2.0 pada petani di desa Parakan Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek. (Foto: Istimewa)
Implementasi e-Tandur di lapangan dimulai dengan penerjunan mahasiswa secara sistematis ke lokasi-lokasi persawahan yang telah ditentukan. Di sana, mahasiswa berinteraksi langsung dengan para petani, melakukan wawancara semi-terstruktur untuk memvalidasi data dan memahami kondisi lahan mereka. Setiap kelompok dibekali perangkat gawai yang berisi aplikasi e-Tandur, yang di dalamnya telah terintegrasi peta pemetakan lahan sawah digital milik warga. Tugas utama mereka adalah melakukan pencocokan data atau ground-truthing, sebuah proses penting untuk membandingkan peta digital dengan kondisi aktual di lapangan. Proses validasi lapangan ini sangat penting untuk memastikan akurasi dan presisi data spasial sebelum diolah lebih lanjut.

Validasi data berbasis by name by address. (Foto: Istimewa)
Selama berada di lapangan, mahasiswa melakukan pendataan status lahan secara detail dan real-time menggunakan antarmuka aplikasi e-Tandur. Mereka secara teliti menandai setiap petak lahan dengan kode spesifik yang telah ditentukan, berdasarkan informasi valid dari petani penggarap. Sebagai contoh, kode “jt” digunakan untuk lahan yang baru ditanami jagung, sementara “jpn” menandakan lahan jagung yang sudah atau siap panen. Kode lain seperti “s” digunakan untuk tanaman sayur-mayur, dan “ps” untuk lahan yang sedang dalam masa puso atau istirahat tanam. Sistem pengkodean yang seragam ini bertujuan untuk menstandarisasi data yang masuk dari berbagai lokasi pengamatan, sehingga memudahkan analisis.
Proses implementasi tidak berhenti pada pengumpulan data mentah di lapangan. Setelah kembali dari sawah, mahasiswa melanjutkan ke tahap yang tak kalah penting yaitu tabulasi data. Pengolahan data ini menjadi fase penting berikutnya dalam alur penelitian untuk mentransformasi catatan lapangan menjadi data terstruktur. Seluruh informasi yang didapat, baik kode status lahan maupun catatan observasi lainnya, kemudian dimasukkan secara cermat ke dalam basis data Excel. Basis data yang disiapkan ini mencatat secara rinci status lahan, seperti komoditas yang ditanam, serta fasenya apakah sedang ditanam, sudah panen, atau dalam kondisi puso. Tahap ini secara efektif mengubah data lapangan yang bersifat kualitatif dan spasial menjadi data kuantitatif yang sistematis dan terstruktur. Setiap entri data diverifikasi dengan teliti untuk menjaga validitas dan akurasi informasi yang akan menjadi tulang punggung geodatabase. Data mentah dari lapangan yang awalnya bersifat deskriptif kini telah ditransformasi menjadi sebuah database yang solid. Hasilnya adalah sebuah himpunan data yang komprehensif dan siap untuk dianalisis lebih lanjut, baik secara spasial maupun temporal.
Rangkaian implementasi KKL ini merupakan langkah penting dalam proses pembangunan geodatabase pertanian cerdas di Kabupaten Trenggalek. Data primer yang terkumpul akan menjadi fondasi utama bagi sistem informasi yang dirancang untuk dapat memonitor kondisi lahan secara real-time. Dengan memadukan kembali kearifan Pranoto Mongso dan presisi data dari e-Tandur, sistem ini diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi petani dan dinas terkait. Tujuan akhirnya adalah mendukung pengambilan keputusan yang lebih tepat sasaran dan berbasis data. Pada gilirannya, hal ini diharapkan dapat mewujudkan pertanian cerdas yang berkelanjutan dan menarik minat generasi milenial di Trenggalek. (***)
Sumber Pendanaan : Dana Internal UM (Non-APBN)
Penulis : Purwanto, Corrie Teresia Purba & Moh. Wahyu Kurniawan Zain, Mahasiswa Departemen Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang




