
MALANG POST – Bisnis kuliner di Kota Batu makin bergairah. Buktinya, dalam delapan bulan terakhir Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Batu mencatat ada 39 kafe dan restoran baru yang masuk daftar wajib pajak (WP).
Mereka bakal menyumbang setoran dari sektor Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) makanan dan minuman. Sebelumnya, jumlah WP kafe dan restoran di Kota Batu hanya 476. Kini totalnya tembus 515 objek. Penambahan ini jelas jadi angin segar untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Apel.
“Kota Batu memang cocok jadi magnet bisnis, terutama penunjang pariwisata seperti food and baverage (fnb). Dalam setahun selalu ada puluhan WP baru yang bisa ditarik pajak,” terang Kepala Bapenda Kota Batu, M Nur Adhim, Minggu (7/9/2025).
Menurut Adhim, pertumbuhan usaha kuliner di Kota Batu juga tak lepas dari pendataan rutin. Setiap ada kafe atau restoran baru, tim lapangan Bapenda langsung turun. Mereka melakukan wawancara dengan pemilik sekaligus mengamati langsung kondisi tempat usaha.

Ilustrasi kafe di Kota Batu yang saat ini terus bertumbuh pesat. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Pertanyaannya seputar jumlah karyawan, menu yang dijual, harga makanan, hingga kapasitas meja dan kursi. Dari situ bisa diperkirakan omzet bulanan.
“Biasanya kafe atau restoran dikenai pajak kalau omzet minimal Rp10–15 juta per bulan. Besarnya 10 persen dari pendapatan,” jelasnya.
Hasilnya cukup manis. Hingga Agustus ini, realisasi pajak restoran sudah mencapai 72,43 persen atau sekitar Rp25,9 miliar. Padahal target tahunan dipatok Rp 35,9 miliar. Angka itu bahkan sudah melewati target triwulan kedua yang seharusnya hanya 50 persen atau Rp17,9 miliar.
Dengan tren tersebut, peluang tembus target bahkan melampaui sangat terbuka. Apalagi tahun lalu saja, realisasi pajak restoran bisa menembus Rp39,3 miliar. Angkanya setara 109 persen dari target.
“Kami optimistis bisa tercapai. Bahkan lebih. Karena pajak restoran selama ini kontribusinya paling besar dibanding sembilan jenis pajak lain,” tutur Adhim.
Meski begitu, Adhim tetap mengingatkan para pengusaha kuliner untuk tertib melaporkan pendapatan. Sebab, pemantauan tak hanya lewat tapping box, tapi juga inspeksi langsung ke lapangan.
“Intinya, kami ingin semua berjalan fair. Kalau bisnisnya maju, daerah juga ikut merasakan manfaatnya,” tandasnya. (Ananto Wibowo)