
PENGHARGAAN: Wali Kota Batu, Nurochman memberikan penghargaan kepada pelestari seni dan budaya Kota Batu saat malam puncak Kongres Kebudayaan. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
MALANG POST – Kota Batu kembali mengukir jejak sejarah kebudayaan. Lewat Kongres Kebudayaan III 2025, Dewan Kesenian Kota Batu (DKKB) bersama Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Batu, telah merumuskan haluan besar seni budaya yang bakal jadi pijakan masa depan.
Suasana Graha Pancasila, Balai Kota Among Tani, Selasa (26/8/2025) malam itu terasa hangat sekaligus penuh khidmat. Para budayawan dari berbagai latar belakang hadir, mulai seniman tradisi, pelukis, pegiat komunitas budaya, akademisi, hingga perwakilan desa dan kelurahan.
Kongres yang mengusung tema ‘Tirta Giri Wana’ tersebut menjadi ruang partisipatif, untuk menyerap gagasan strategis sekaligus meneguhkan identitas Kota Batu sebagai kota wisata berbasis budaya dan kearifan lokal.
Ketua DKKB yang kini bertransformasi menjadi Dewan Kebudayaan Kota Batu, Sunarto menegaskan, kongres budaya bukan sekadar agenda seremonial. Sejak pertama kali digelar pada 2020, forum ini menjadi wadah strategis bagi stakeholder kebudayaan untuk merumuskan arah kebijakan bersama.
“Mulai dari penggerak budaya, pemerhati, seniman tradisi, hingga instansi pemerintah terlibat. Diantaranya seperti Disparta, Dinas Pendidikan, DP3AP2KB, Diskumperindag, semuanya duduk bersama,” jelasnya.
Menurut Cak Narto, melalui musyawarah mufakat yang berlangsung sejak pra-acara yang dimulai dengan FGD pada 19 Agustus, dilanjutkan Simposium Kebudayaan 25 Agustus dan pleno pada 26 Agustus, kongres berhasil melahirkan lima rekomendasi utama bagi Pemkot Batu.
Lima rekomendasi besar hasil musyawarah mufakat dalam kongres tersebut diantaranya, pertama, menginternalisasi, mentransformasi dan mendistribusikan peran kebudayaan dalam program kerja OPD dan RPJMD Kota Batu.
Kedua, mendesak Pemkot Batu segera menghadirkan museum kebudayaan daerah. Pasalnya, jejak sejarah Kota Batu sudah tercatat jelas, salah satunya melalui Prasasti Sangguran yang ditemukan tahun 928 Masehi.

REKOMENDASI: Wali Kota Batu, Nurochman menerima rekomendasi hasil Kongres Kebudayaan III Kota Batu dari Ketua DKKB, Sunarto. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Ketiga, mendorong pemerintah menggalang pendanaan alternatif bagi kebudayaan. Tidak hanya dari APBD, APBD provinsi, maupun APBN, tapi juga menggandeng pihak swasta, hingga dana riset perguruan tinggi.
Keempat, mempercepat penyusunan dan pengesahan Perda Pemajuan Kebudayaan Kota Batu yang ditargetkan rampung maksimal pada 2026.
“Harapan para peserta Kongres segera masuk Prolegda tahun ini dan tahun 2026 ditetapkan. Saat ini Perda tersebut telah masuk dalam tahap penyusunan naskah akademik,” ujarnya.
Perda tersebut bukan untuk membatasi, tetapi memayungi secara hukum agar gerakan seni budaya punya regulasi yang kuat. Ada kesinambungan dengan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan maupun PP Nomor 87 Tahun 2021
Kelima, memperkuat kelembagaan kebudayaan di Kota Batu agar lebih solid dan memiliki dasar hukum yang jelas.
“Dari rekomendasi yang telah kami tampung tersebut, harapan kami ini segera diimplementasikan, karena ada penyelarasan dalam RPJMD yang telah dibahas kemarin,” tuturnya.
Kepala Disparta Kota Batu, Onny Ardianto mengungkapkan, bahwa Kongres Kebudayaan di Kota Batu memiliki keistimewaan tersendiri. “Setahu kami, ini satu-satunya kongres kebudayaan yang rutin digelar di tingkat kota/kabupaten, bukan hanya di Jatim, tapi juga di Indonesia,” ungkapnya.
Onny menilai, kongres ini penting sebagai langkah perlindungan agar seluruh aspek kebudayaan di Batu baik sumber daya manusia, seni pertunjukan, maupun tradisi tetap lestari. Apalagi, minat wisatawan terhadap budaya Kota Batu terus meningkat, bahkan dari mancanegara.
“Contohnya, waktu festival Ngudek Jenang, wisatawan asal Serbia sampai ikut. Itu bukti bahwa budaya Kota Batu bukan hanya milik warga lokal, tapi sudah jadi daya tarik internasional,” ujarnya.

Terkait rekomendasi museum, Onny mengungkapkan bahwa Pemkot Batu sudah memiliki bangunan di kawasan Kelurahan Sisir. “Namun legalitas dan kelayakan sebagai museum masih perlu kajian mendalam,” tambahnya.
Puncak Kongres ditutup secara resmi oleh Wali Kota Batu, Nurochman. Ia menegaskan bahwa kongres bukan hanya soal melahirkan keputusan, tetapi juga mengimplementasikan seluruh rekomendasi ke dalam kebijakan nyata.
“Bagi kami, jati diri kita semua tidak akan lengkap jika tidak mengangkat kembali budaya kita. Budaya harus memengaruhi perilaku, baik dalam birokrasi pemerintahan maupun dalam kehidupan bermasyarakat,” tuturnya.
Cak Nur menekankan, bahwa warisan leluhur, tradisi dan kesenian yang dimiliki Kota Batu adalah identitas yang harus dijaga. Kongres Kebudayaan III Kota Batu 2025 bukan sekadar forum diskusi. Lebih dari itu, ia menjadi momentum akselerasi kebudayaan di tengah dinamika masyarakat modern.
Kota Batu yang dikenal sebagai kota wisata kini menegaskan diri sebagai kota budaya, keduanya berjalan beriringan untuk menciptakan pembangunan yang lebih berkarakter dan berkelanjutan.
“Dari sinilah lahir langkah nyata pelestarian budaya, perlindungan cagar budaya, hingga penguatan pendidikan. Terima kasih DKKB, rekomendasi ini lahir dari niat tulus, semoga bisa jadi semangat bersama untuk mewarisi kebudayaan para leluhur,” tutupnya. (Adv/Ananto Wibowo)