
MALANG POST – Baru sebulan menetap di Jepang, Nolarita Bastian Kusmawati, alumni Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), sudah merasakan langsung kerasnya budaya kerja di negeri matahari terbit.
Lulusan Fakultas Pertanian UMM ini kini bekerja di perusahaan pengolahan makanan Jepang yang memproduksi berbagai jenis makanan khas.
Seperti onigiri, soba dan makanan fusion lainnya yang didistribusikan ke berbagai konbini (convenience store) lokal.
Yang menarik, motivasi awal Nola, sapaan akrabnya, bukan semata karena cita-cita lama. Melainkan dari ‘masa tunggu’ yang ia alami setelah beberapa wawancara kerja tak membuahkan hasil di Indonesia.
Hal itu mendorongnya untuk mencoba pengalaman baru dan mendaftar di Jepang. Informasi mengenai lowongan kerja di Jepang ia peroleh dari seorang teman sesama alumni UMM yang mengirimkan informasi job fair.
Di situlah ia mengenal salah satu lembaga penyalur tenaga kerja yang kini menaunginya di Jepang.
Perusahaan tempat Nola bekerja saat ini, bergerak di bidang pengolahan makanan. Dan ia bertugas dalam proses produksi harian seperti setting mesin, pengecekan label, pengisian topping, hingga quality control kemasan makanan.
Meski belum memiliki tanggung jawab besar, ia mengaku telah belajar banyak. Terutama karena ritme kerja di Jepang jauh berbeda dengan di Indonesia.
“Orang Jepang itu cepat banget kerjanya, dan semuanya terstruktur. Habis ini, lanjut ini, terus begitu. Minim banget percakapan juga, semuanya fokus kerja,” terangnya.
Menurutnya, budaya not wasting time sangat terasa. Bahkan, keterlambatan semenit pun bisa membuat seseorang dipertanyakan keberadaannya.
Namun, adaptasi bukan hal mudah. Perbedaan bahasa, budaya, hingga karakter orang membuatnya merasa cukup struggle.
Terutama karena bahasa Jepang yang digunakan sehari-hari sangat berbeda dengan yang diajarkan di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK).
Untuk mengatasi itu, ia rajin melakukan latihan listening mandiri dan menjadikan teman-teman dari negara lain sebagai support system di tengah keterasingan.
Selain bekerja, Nola juga mencoba menikmati hidup di Jepang dengan berjalan-jalan ke tempat baru. Salah satu tempat favoritnya sejauh ini adalah AER Building di kota Sendai.
Sebuah gedung tinggi yang menyuguhkan pemandangan kota dari ketinggian. Yang tak kalah berkesan bagi Nola adalah ketika persepsinya terhadap karakter orang Jepang berubah.
“Saya kira orang Jepang itu individualis dan cuek. Tapi waktu saya nggak sengaja menjatuhkan beberapa wadah, beberapa dari mereka justru datang dan bilang, ‘Tidak apa-apa, lain kali hati-hati ya’,” kisahnya.
Selama bekerja, pelajaran terbesar baginya adalah tentang konsistensi dan kedisiplinan. Ia menyadari bahwa hasil tak datang dari bakat semata, tetapi dari upaya yang dilakukan terus-menerus.
“Saya bersyukur bisa menjadi alumni UMM. Banyak sekali pelajaran, pengalaman, dan ilmu ayng bisa saya gunakan. Bahkan karir saya di sinipun juga karena UMM, tepatnya akrena alumni UMM yang memberikan informasi,” katanya.
Ia menitipkan pesan inspiratif bagi juniornya di UMM yang memiliki mimpi serupa. Salah satunya adalah mencoba hal baru yang bahkan tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
“Karena kalau belum dicoba, kita tidak akan tahu hasilnya seperti apa,” katanya. (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)