
MALANG POST – Mesin ekonomi desa sebentar lagi akan dipanaskan. Namanya Kopdes Merah Putih. Bukan koperasi biasa. Ini proyek besar. Disokong penuh oleh pemerintah pusat lewat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025. Targetnya ambisius, 80 ribu koperasi berdiri serentak di seluruh Indonesia.
Peluncurannya tak main-main, dijadwalkan pas Hari Koperasi Nasional, 12 Juli nanti. Seremonialnya meriah, tapi pesannya serius, desa harus jadi pusat pertumbuhan ekonomi rakyat.
Kota Batu termasuk yang masuk radar awal. Dari sekian banyak kota di Jawa Timur, hanya beberapa daerah yang dipercaya jadi model percontohan nasional dan Kota Batu salah satunya.
Wali Kota Batu, Nurochman, menyambut penunjukan ini dengan semangat tinggi. Menurutnya, ini bukan sekadar program pusat yang mampir ke daerah, tapi peluang untuk benar-benar membangkitkan kekuatan ekonomi desa dari bawah.
“Pemkot Batu mendukung penuh. Kami siap jadi garda terdepan untuk menyukseskan program ini. Ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo tentang ketahanan pangan dan ekonomi rakyat,” tutur Cak Nur, Selasa (8/7/2025).
Sejauh ini, struktur pengurus Kopdes Merah Putih sudah terbentuk di tiap-tiap desa. Mereka tinggal menunggu satu tahap lagi, pengurusan badan hukum. Setelah itu, barulah bisa dilantik secara resmi dan mulai bekerja.
Tapi di tengah euforia pembentukan koperasi, muncul juga catatan penting, pengawasan dan profesionalitas pengurus. Sebab koperasi ini bukan sekadar wadah menabung atau simpan-pinjam kecil-kecilan. Ia akan mengelola dana dalam jumlah besar, miliaran rupiah per koperasi.
Wakil Ketua I DPRD Kota Batu, Punjul Santoso menyatakan, pihaknya tidak ingin program besar ini malah jadi bumerang gara-gara salah kelola atau sekadar formalitas belaka.
“Semangatnya sudah luar biasa. Tapi jangan sampai koperasi ini cuma jadi pelengkap administrasi demi mengejar target. SDM-nya harus benar-benar siap,” kata Punjul.

SOSIALISASI: Wali Kota Batu, Nurochman saat mensosialisasikan Kopdes Merah Putih kepada kepala desa dan lurah di Kota Batu beberapa waktu lalu. (Foto: Ananto Wibowo/Malang Post)
Menurutnya, mengelola koperasi dengan dana miliaran itu bukan pekerjaan ringan. Butuh kompetensi, integritas dan pemahaman utuh tentang koperasi, bukan hanya sebagai organisasi ekonomi, tapi juga sebagai gerakan sosial dan budaya gotong royong.
Punjul juga menekankan pentingnya membedakan peran antara koperasi dan BUMDes. Keduanya sama-sama entitas ekonomi desa, tapi punya fungsi berbeda. Jangan sampai tumpang tindih. Harus sinergis, bukan saling sikut.
“Koperasi itu milik anggota. Modalnya ya dari anggota dan untuk anggota. Sementara BUMDes adalah milik desa. Jadi fungsinya beda. Harus ada garis tegas supaya tidak saling tabrak,” paparnya.
Ia juga mengingatkan agar tidak ada pola pikir bahwa dana yang diberikan pemerintah itu gratis atau bisa dihabiskan tanpa pertanggungjawaban.
“Modal ya harus diputar, bukan dihabiskan. Kalau bisa malah berkembang dan memberi manfaat berlipat. Jangan sampai setelah lima tahun, koperasi ini tinggal papan nama,” katanya.
Punjul berharap agar seluruh proses pembentukan koperasi ini diawasi ketat oleh pemerintah daerah, dari seleksi pengurus, pendampingan teknis, sampai tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel.
Ia juga mendorong agar para pengurus dibekali pelatihan yang benar-benar praktis, bukan sekadar sosialisasi Power Point. Mereka harus tahu bagaimana mengatur simpanan wajib dan sukarela, memilih unit usaha yang relevan dengan potensi lokal, hingga cara menyusun laporan keuangan yang bisa dipertanggungjawabkan.
“Kalau koperasinya kuat, ekonomi desa akan ikut tumbuh. Kalau koperasinya jalan di tempat atau salah urus, bisa jadi masalah baru,” katanya.
Kini, semua mata tertuju pada desa-desa di Kota Batu. Apakah Kopdes Merah Putih bisa jadi lokomotif ekonomi rakyat, atau justru jadi proyek jangka pendek yang berakhir tanpa jejak. Semua tergantung pada satu hal, siapa yang memegang kemudi dan seberapa serius mereka mengemudikannya. (Ananto Wibowo)