
MALANG POST – Jangan anggap remeh nomophobia. Fenomena ini kerap ditemui sebagai ketakutan berlebihan ketika berjauhan atau tidak bisa menggunakan gawai. No mobile phone phobia.
Khususnya pada usia 18-25 tahun beresiko tinggi terhadap penurunan kualitas tidur. Apa pasal?
Usia ini merupakan masa transisi dari remaja ke dewasa awal. Pada masa ini, individu sedang mencari jati diri, ada yang mulai mandiri untuk bekerja atau memasuki dunia perkuliahan.
Fase ini beriringan dengan banyaknya tekanan dari luar diri, sehingga bergantung pada gawai untuk mencari hiburan hingga pelarian.
Setidaknya, ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Opi Handayani, S.Psi, mahasiswi Departemen Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya.
Opi tidak sendiri. Dalam risetnya, ia dan tim melihat adanya gangguan tidur akibat kebiasaan doom scrolling.
“Awalnya mungkin mencari hiburan. Tapi ternyata, aktivitas ini juga akan mengganggu kebiasaan tidur, apalagi sampai adanya ketergantungan.”
“Alhasil, bisa membuat kita lebih cemas dan gelisah kalau jauh dari gawai. Hasil penelitian ini adalah, semakin tinggi nomophobia yang dialami individu, maka kualitas tidurnya juga cenderung buruk”, terang mahasiswi kelahiran tahun 2002 ini.
Efek nomophobia tidak bisa dianggap sepele. Menurut Opi, nomophobia berlebihan bisa menimbulkan kecemasan, stres, bahkan memicu serangan panik ketika jauh dari gawai.
“Jika sudah mengganggu pola tidur, bukan hanya mengantuk, tapi juga menurunkan konsentrasi, gampang emosi sampai susah fokus saat beraktvitas. Apalagi di usia yang memang sedang rawan tekanan. Jika tidak ditangani dengan tepat, efek jangka panjangnya bisa memicu gangguan kecemasan”, imbuhnya.
Penelitian ini berhasil menghantarkan Opi menuju akhir studinya dengan gemilang. Tidak hanya aktif kuliah, Opi juga aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan.
Ia pernah menjadi peserta program Pertukaran Mahasiswa Merdeka di Universitas Gadjah Mada. Opi adalah wisudawan terbaik dari FISIP, dengan IPK 3.91 dan lama studi 3 tahun enam bulan, yang akan dilantik oleh Rektor dalam prosesi wisuda periode 22, Minggu (15/6/2025).
Lain lagi dengan Grace. Berangkat dari kecintaannya pada dunia kuliner, Grace Vanessa Lasmana, S.Gz, lulusan Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Brawijaya (FIKES UB) menemukan panggilan hidupnya dalam bidang sistem pangan.
Grace meraih predikat Cumlaude dengan IPK 3,80, dan menjadi salah satu lulusan terbaik pada Wisuda UB Periode 22, Minggu (15/5/2025). Saat ini ia bekerja sebagai research assistant di sebuah NGO di Surabaya.
“Awalnya saya mengikuti lomba essay Gen-Z for Sustainable Food System 2024, saya menulis usulan program edukasi literasi pangan rumah tangga, dan dinyatakan menang. Hadiahnya kontrak magang dan terlibat dalam program riset mereka,” terangnya.
Grace saat ini mengerjakan riset perhitungan food waste di Labuan Bajo mulai Oktober tahun lalu. Labuan Bajo dipilih karena termasuk destinasi wisata superprioritas, sehingga potensi food waste dinilai cukup besar.
“Di sana saya menganalisis dampak kerugian sosial kehilangan nutrisi, membuat baseline data yang bisa dijadikan dasar pengambilan kebijakan kedepannya.”
“Karena food waste yang menghasilkan gas metana lebih berpotensi meningkatkan suhu bumi dibandingkan CO2.”
“Bahkan di Jawa sudah banyak terjadi kebakaran di TPA karena sisa makanan. Program ini juga sejalan dengan target pemerintah menurunkan food waste di tahun 2045,” terang gadis kelahiran Malang ini.
Selain terlibat dalam penelitian, Grace juga aktif menjadi relawan. Ia baru saja pulang dari Ubud Food Festival, tempat ia berperan sebagai International Chef’s Liaison Officer. Bahkan sebelumnya, ia juga menjadi relawan di konferensi internasional World Lung Health di Bali.
“Awalnya karena tuntutan poin keaktifan kampus, tapi lama-lama saya menikmatinya. Saya suka bertemu orang baru dan memperluas jaringan di bidang yang saya minati, juga memperlancar bahasa Inggris,” katanya.
Grace mengaku ingin terus berkontribusi di bidang gizi. “Saya merasa pekerjaan ini menggabungkan ranah gizi masyarakat, pangan, dan kesehatan. Pekerjaan yang saya minati sekaligus bermanfaat bagi banyak orang adalah sebuah privilege,” pungkasnya. (*/M Abd Rachman Rozzi-Januar Triwahyudi)