
MALANG POST – Dinas Pendidikan Kota Batu, mewacanakan untuk merger sekolah-sekolah yang kesulitan mencari siswa. Selain untuk alasan efektivitas.
Kepala Bidang Pembinaan SD Dinas Pendidikan Kota Batu, Daud Andoko mencontohkan,
di SD Negeri sisir 3, 4 dan 6, posisinya satu lingkungan.
“Yang terjadi saat ini, mereka bersaing untuk mencari siswa. Sehingga dengan adanya merger, sekolah-sekolah tersebut bisa lebih sehat,” katanya saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Selasa (10/6/2025).
Kondisi saat ini di sekolah negeri, tambahnya, masih banyak yang tidak memiliki kepala sekolah, karena sudah masuk masa pensiun.
Belum lagi juga masih banyak kekurangan guru. Daud menyebut, untuk menambah guru bukan pekerjaan mudah. Karena ada aturan dari pusat.
Soal status sekolah sendiri, diakuinya meski tidak ada lagi zonasi, tetapi muncul istilah sekolah favorit. Hingga membuat mindset warga Kota Malang, sangat berpengaruh untuk berburu sekolah favovit.
“Ada sekolah negeri yang selalu full siswa, sampai akhirnya ditolak. Contohnya SD Negeri Pendem 1, SD Negeri Mojorejo 1 dan SD Negeri Junrejo 1,” jelasnya.
Adanya aturan standar rombongan belajar atau rombel hanya 40, mengakibatkan adanya pembatasan. Sehingga beberapa sekolah yang jadi primadona ini, sampai menolak dengan mengarahkan ke sekolah negeri lain dan sekolah swasta lainnya.
Ketua Komisi C DPRD Kota Batu, Dewi Kartika mengingatkan, adanya rencana merger sekolah negeri di Kota Batu, harus diperhatikan fasilitas sampai SDM yang berkualitas.
“Kondisi sekarang memang nyatanya birokrasi di SD Negeri, mengakibatkan adanya pembatasan dari segala hal. Lain halnya kondisi di swasta yang pergerakannya bisa lebih leluasa,” sebutnya.
Diantara birokrasi yang menyulitkan tersebut, katanya, seperti sulit di SD Negeri sampai penempatan guru yang tidak maksimal.
Bahkan adanya kekosongan Kepala Sekolah di SD Negeri, bisa menciptakan image yang kurang baik ke wali murid. Sehingga banyak orang memilih bergeser ke sekolah swasta.
Sementara itu, Sekretaris Prodi Administrasi Pendidikan FIA UB, Dr. Abdul Qodir Muslim menjelaskan, saat ini terjadi pergeseran stigma masyarakat dalam melihat SD Negeri dengan swasta.
“Kalau dulu, masyarakat lebih prioritaskan untuk bisa memasukkan anaknya ke sekolah negeri. Tapi sekarang justru swasta lebih menarik,” tandasnya.
Bahkan ada orang tua yang anaknya masih usia 3 sampai 4 tahun, sudah ikut waiting list di sekolah swasta.
Abdul menambahkan, banyak orang tua yang berpikir modern, dengan melihat kualitas sekolah swasta yang lebih baik dengan SD Negeri.
“Ada juga anggapan, kalau bisa sekolahkan anak di swasta, ini akan mempengaruhi branding image keluarga,” tegasnya. (Wulan Indriyani/Ra Indrata)