Malang Post – Nasib penanganan sampah di TPA Tlekung, Kota Batu diujung tanduk. Masyarakat sekitar menilai, setelah di deadline satu bulan untuk menuntaskan masalah persampahan, Pemkot Batu belum mampu memenuhi tuntutan warga. Hingga mereka berencana menutup lagi akses masuk TPA Tlekung pada 30 Agustus besok.
Penutupan ke dua itu dipilih warga setempat sebagai bentuk protes, atas buruknya penanganan sampah yang hanya ditimbun tanpa ada proses pengolahan. Selain itu warga juga menilai, pengurangan tinggi gunungan sampah bukan karena pengolahan. Tapi gunungan sampah hanya diratakan ke sisi-sisi kosong.
Kepala Desa Tlekung, Mardi menyatakan, penutupan TPA Tlekung merupakan tuntutan yang disuarakan warga yang terusik bau lantaran buruknya pengelolaan sampah. DLH Kota Batu berkali-kali menjanjikan penyelesaian itu tapi tidak ada realisasi sampai hingga kini.
“Keputusan akhir itu diambil warga karena mereka merasa lelah. Warga menilai pengelolaan sampah di TPA Tlekung belum dilakukan dengan baik,” tutur Mardi, Senin (28/8/2023).
Dengan adanya rencana tersebut, DLH Kota Batu mulai ambil ancang-ancang. Dengan cara memaksimalkan TPS3R yang ada di masing-masing desa/kelurahan. Dengan diikuti program pilah sampah dari rumah. Sebenarnya program itu sudah ada sejak lama. Namun realisasinya masih minim.
Kepala DLH Kota Batu, Aries Setyawan menyampaikan, karena kondisi TPA Tlekung melebihi muatan. Maka Pemkot Batu bersama pemdes/kelurahan berkomitmen menangani sampah secara mandiri. Sehingga ada pembagian tugas mengelola sampah.
“Untuk skema pembagian tugas pengelolaan sampah. DLH Kota Batu menangani sampah dari fasilitas publik seperti pasar maupun tempat-tempat umum. Peran desa/kelurahan mengelola sampah yang timbul dari wilayahnya masing-masing melalui TPS3R. Komitmen itu juga membutuhkan keterlibatan multi sektor dalam menangani sampah yang menjadi tanggung jawab bersama,” jelasnya.
Untuk merealisasikan hal tersebut, pihaknya telah menggelar pertemuan dengan Asosiasi Petinggi Desa dan Kelurahan (APEL) Kota Batu. Guna membahas strategi penanganan sampah mandiri di tingkat desa/kelurahan.
Sayangnya fungsi TPS3R banyak yang berjalan kurang optimal. Dari 15 TPS3R yang ada di sejumlah desa/kelurahan Kota Batu, hanya lima TPS3R yang beroperasi optimal. Itu disebabkan karena DLH Kota Batu tak memberikan dukungan penuh dalam pengadaan sarpras.
“Kami akan siapkan tim pendampingan di setiap kecamatan. Untuk diterjunkan ke desa/kelurahan membantu tata kelola sampah di TPS3R. Beberapa desa/kelurahan sudah menjalankan fungsi TPS3R,” ujar dia.
Penguatan fungsi TPS3R ini juga untuk mengantisipasi tindakan masyarakat membuang sampah di sembarang tempat. Imbas ditutupnya TPA Tlekung pada 30 Agustus nanti. Agar sampah tak berserakan di sudut-sudut kota, pihaknya meminta pemdes/kelurahan melakukan pengawasan kepada masyarakat. Serta menekankan proses pemilahan sampah berdasarkan jenisnya.
“Kesiapan antisipasi ini sangat diperlukan sekali. Bukan hanya ditanggung pemdes/kelurahan, namun pemda juga harus siap antisipiasi. Agar sampah tidak tercecer di wilayah yang bukan tempatnya,” tandas Aries.
Sementara itu, Wakil Ketua APEL Kota Batu, Andi Faisal Hasan menuturkan, bagaimanapun timbulan sampah akan terus menjadi persoalan yang tak pernah reda. Apalagi timbulan sampah paling besar disumbangkan dari desa/kelurahan. Dibandingkan sampah yang dihasilkan dari tempat-tempat umum ataupun sektor usaha.
“Fungsi TPS3R akan sangat membantu mengatasi sampah. Siap tidak siap, pemdes menyiapkan diri mengelola sampah mandiri. Tinggal bagaimana komitmen pemkot menangani sampah yang menjadi tanggung jawabnya,” ujar dia.
Menurutnya, penutupan TPA Tlekung membawa konsekuensi yang harus ditanggung. Pemdes/kelurahan dituntut untuk siap dengan segala kemungkinan mengelola sampah secara mandiri di TPS3R. Sekalipun pemanfaatan fungsi TPS3R belum berjalan optimal.
“Mau tidak mau, siap tidak siap, harus siap. Karena itu sebuah komitmen bersama. Kami menghargai tuntutan masyarakat Desa Tlekung yang meminta TPA Tlekung ditutup,” ujar Faisal.
Faisal menegaskan, pemdes/kelurahan akan berusaha semaksimal mungkin mengelola sampah di wilayahnya masing-masing. Asalkan disertai pula dukungan anggaran Pemkot Batu sebagai bentuk keseriusan mengoptimalkam fungsi TPS3R di tiap desa/kelurahan.
“Sebagai langkah awal, mungkin bisa dianggarkan melalui perubahan APBD 2023., Kemudian dilanjutkan pada anggaran tahun 2024,” ujar Kades Junrejo itu.
Ketua DPRD Kota Batu, Asmadi menegaskan, persoalan sampah menjadi tanggung jawab bersama, bukan dibebankan kepada salah satu dinas saja. Tentunya perlu kolaborasi melibatkan pemdes/kelurahan serta sektor usaha.
Politisi PDIP itu mengatakan, DPRD Kota Batu akan memberikan dukungan kebijakan anggaran untuk menunjang fungsi TPS3R. Terlebih sangat sulit menyelesaikan persoalan sampah di TPA Tlekung hanya dalam batas satu bulan.
“Siapapun pemimpinnya pasti akan sulit memecahkan persoalan di TPA Tlekung. DPRD Kota Batu mensuport kebijakan anggaran untuk mengoptimalkan fungsi TPSR agar sampah bisa diolah secara baik. TPS3R yang sudah ada dimaksimalkan, yang belum ada maka perlu segera dibangun,” kata dia.
Seperti diketahui, sebelumnya TPA Tlekung pernah dinilai Pemerintah Pusat jadi proyek percontohan se-Indonesia. Sebab dinilai berhasil mengurangi volume sampah yang turut membantu menurunkan emisi gas rumah kaca.
Pernyataan itu dilontarkan Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah B3 (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati saat meresmikan Taman Edukasi Bebas Sampah di TPA Tlekung Kota Batu pada akhir November 2022 lalu.
Predikat itu terkesan semu karena tidak berbanding lurus dengan pengolahan sampah di TPA Tlekung. Sebab masyarakat Desa Tlekung masih mengeluhkan aroma tak sedap. Juga menyebabkan pencemaran air lindi ke aliran sungai saat masuk musim penghujan. (Ananto Wibowo)