Malang – Situasi masih pandemi. Tapi kehidupan harus berjalan. Kebutuhan hidup tidak berhenti. Petani kopi di kawasan Dampit Kabupaten Malang juga demikian. Mereka tetap bersemangat berjibaku memajukan usahanya.
“Sejak tahun 2017. Kami memulai usaha kopi Dampit. Karena tahun 2015 kita dapat pelatihan dari API (Aliansi Petani Indonesia). Penanganan pasca panen kopi dan SABC dari IDH Belanda. Bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Asal Jaya (perusahaan swasta),” kisah Tamin.
Ia menceritakan, jenis kopi yang dijual adalah Kopi Robusta Dampit. Beberapa desa penghasil kopi antara lain Sukodono, Srimulyo, Baturetno, Bumirejo, Amadanom dan Sumbersuko. Dikembangkan sendiri sistem bisnisnya.
Pertama sistem penjualannya. Pihaknya menyediakan produk olahan kopi goreng (rosbeen) atau bubuk yang siap jual di pasaran. Untuk pengadaan barang, dengan sistem pembelian kopi asalan dari petani. Sesuai kualitas, harga lebih mahal jika kualitas bagus.
“Kami beli harga mahal. Agar mereka termotivasi untuk terus meningkatkan kualitas produk mereka. Sambil kita ajari bagaimana petik bagus dan budidaya yang bagus,” paparnya. Produksinya ini, untuk produk kopi girasan dan kopi premium super.
Sistem kedua, pihaknya melatih petani untuk petik merah dengan sistem kelompok.
“Kami melatih petani untuk petik merah dengan sistem kelompok. Karena mudah mengarahkan mereka, jika ada salah proses untuk perbaikan. Sehingga kopi yang dihasilkan cenderung sama kualitasnya. Produk ini biasanya untuk kopi spesial (kopi premium petik merah),” jelasnya.
Kopi ini dipasarkan ke kafe-kafe dan counter-counter kopi serta toko grosir. Untuk sistem penjualan: pesan dan antar. Atau pemesan bisa langsung diambil dan sebagainya. Penjualan via online juga dilakukan, tetapi cuma sedikit.
“Kita tidak pernah berjualan di expo. Sebagian produk dijual sistem online. Biasanya sistem online permintaannya kapasitas kecil,” urai Tamin.
Kopi Dampit punya beberapa keunggulan produk. Semua rasa kopi stabil (khas Dampit asli). Karena kopi tidak terkontaminasi oleh produk luar daerah. Sehingga single origin. Sangat dominan karena diroasting standard kafe.
Ia mengungkapkan, kapasitas produksinya bisa 5 kuintal hingga 1 ton rosbeen lebih per bulan. Kendala klasik yang dialami adalah modal usaha. Karena kopi itu panen sekali dalam setahun.
“Untuk kendala, biasanya ya klasik. Minimnya modal usaha. Karena kopi itu panen sekali setahun. Untuk omset lumayanlah. Cukup untuk biaya kuliah anak, serta biaya hidup,” imbuhnya.
Solusinya, bermitra dengan petani dengan sistem jadwal penjualan. Solusi kedua, bermitra dengan perbankan. Harapan ke depan adalah petani muda, mampu menghadapi tantangan pasar global.
“Harapan ke depan, petani muda mampu menghadapi tantangan pasar global. Karena imej jadi petani itu rugi, cenderung kotor dan bau. Tetapi dengan optimalisasi produk serta tata kelola pasar yang terstruktur. Petani mampu menjadi garda terdepan dalam menghadapi tantangan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru bagi petani serta mengurangi urbanisasi pemuda tani mencari kerja di kota,” pungkasnya. (*jan)