Malang Post – Pemerintah terus memberi atensi tinggi pada kasus stunting, termasuk yang mencegah potensi munculnya stunting yang masih rentan terjadi. Jalan panjang percepatan penurunan kasus stunting harus dilakukan.
Dikonfirmasi, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Malang, Aniswaty Aziz menyatakan, penanganan stunting memang menjadi program nasional.
“(Penanganan) Stunting itu adalah pro program nasional, sehingga dibutuhkan konvergensi program antarstakeholder. Masing-masing bekerja sesuai tugas dan fungsi, dengan anggaran yang disesuaikan. Programnya bersifat sensitif, dan ada juga sifatnya spesifik,” ungkap Aniswaty Aziz, Sabtu (19/5/2023).
Dijelaskan, penanganan sensitif merupakan program yang sifatnya tidak langsung, misalnya dari aspek kemiskinan, lingkungan, sanitasi, tingkat pendidikan, dan sosial. Sedangkan, lanjutnya, penanganan spesifik itu sifatnya implementasi atau menangani langsung kasusnya.
Pihaknya sendiri terus melakukan pendataan dan asesmen bagi keluarga rentan stunting (KRS). Ini dilakukan setidaknya sejak 2021 lalu.
Menurut Aniswaty, resiko stunting berarti ada potensi, dengan banyak indikator yang bisa ditemukan pada calon pengantin, ibu hamil, bufas, dan bayi umur 2 hingga 5 tahun.
Ada juga beberapa indikator pendukung lainnya, yaitu rumah tidak layak huni, sanitasi air bersih dan jambanisasi.
Informasinya, ada sekitar 40 ribu keluarga rentan atau beresiko stunting di Kabupaten Malang. Dikatakan Aniswaty, semua data yang dipunya merupakan hasil pendataan keluarga (PK 2021), dan selanjutnya dilakukan verval PK pada 2022.
Pihak Dinas P2KB, menurutnya saat juga akan melakukan verval untuk 2023, yakni sekitar Juni 2023 mendatang.
“Data ini kami gunakan sebagai panduan dalam berkinerja, karena kami dalam bekerja membutuhkan data yang akurat, sehingga kebijakan penanganan stunting yang diambil akan tepat sasaran,” pungkasnya. (Choirul Amin)