Malang – Pengembangan Vaksin Nusantara (vaknus) ternyata sudah lebih maju dibanding vaksin Merah Putih. Sebab, vaknus sudah masuk tahap uji klinis, sedang vaksin Merah Putih masih di tahap hulu atau riset.
Hal ini disampaikan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Bambang Brodjonegoro. “Sudah lebih maju (Vaksin Nusantara, red),” kata Menristek Bambang Brodjonegoro.
Masalah vaknus dan vaksin Merah Putih ini juga telah dipaparkan Menristek ke Komisi IX DPR RI ketika rapat dengar pendapat (hearing) di Gedung MPR/DPR Jakarta, Rabu (10/3).
Seperti diketahui, vaknus diinisiasi oleh mantan Menteri Kesehatan (Menkes)dr Terawan Agus Putranto. Sedangkan vaksin Merah Putih dikembangkan oleh tim peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Menristek Bambang menegaskan pemerintah tidak keberatan sama sekali dengan pengembangan vaknus. Namun, karena tahapannya sudah berbeda dengan vaksin Merah Putih, sehingga kebutuhan anggaran pengembangan vaknus berada di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Kalau dari segi ilmiahnya juga bergantung dari BPOM, untuk bisa menyandingkan vaksin Nusantara dan vaksin Merah Putih,” lanjut mantan kepala Bappenas itu seperti dikutip dari JPNN. Bambang juga menyampaikan bahwa Kemenristek dan Kemenkes sebelumnya sudah bersepakat untuk pembagian tugas dalam penganggarannya.
Penyediaan anggaran sampai dengan bibit vaksin beserta infrastrukturnya ada di Kemenristek, sedangkan untuk anggaran uji klinis berada di Kemenkes.”Kami siap mengakomodir, tetapi memang tahapan vaksin Nusantara sudah masuk uji klinis. Sedang kami lebih banyak di hulunya, di laboratoriumnya,”jelas Bambang.
Vaknus yang kini dalam tahap penelitian uji klinis fase 2 di RSUP Kariadi Semarang ini berbasis sel dendritik, dan kini masih terus dikawal Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk keberlanjutan tahapan uji klinisnya.
Memang penemuan vaknus sempat menjadi sorotan. Pasalnya, vaksin itu diklaim dapat menciptakan kekebalan tubuh seumur hidup. Vaksin ini memanfaatkan sel dendritik dan menjadi pengembangan sel pertama di dunia.
Terawan mengatakan, pengembangan vaksin dengan sel ini sudah dilakukan sejak 2015.‘’Saya secara pribadi juga sudah mengembangkan proses dendritik vaksin ini di cell cure center RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta,’’ kata Terawan dalam rapat kerja dengan Komisi IX, Jakarta, Rabu (10/3).
Saat itu, sel dendritik tak dikhususkan untuk menjadi vaksin Covid-19. Namun, sel itu digunakan sebagai riset pengembangan vaksin kanker.(*ekn)