TRENGGALEK – Penguatan kapasitas individu menjadi prioritas utama dalam upaya pengurangan risiko bencana di Indonesia. Faktanya, pemahaman dan literasi kebencanaan di tengah masyarakat seringkali masih lemah, dimana sebagian masih memandang bencana sebagai hal mistis atau hukuman. Kelemahan pemahaman individu ini menjadi tantangan serius yang dapat menghambat upaya mitigasi dan meningkatkan jumlah korban jiwa. Menjawab permasalahan ini, Universitas Negeri Malang (UM) dan BPBD Trenggalek berkolaborasi untuk memperkuat kapasitas individu. Kolaborasi ini diwujudkan melalui Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Mahasiswa Pendidikan Geografi angkatan 2023 yang diisi kuliah praktisi oleh Kalaksa BPBD Trenggalek, Drs. Stefanus Triadi Atmono, M.Si.
Urgensi penguatan kapasitas individu ini ditegaskan dengan data mengejutkan yang dipaparkan oleh BPBD Trenggalek. Berdasarkan survei pasca gempa besar Great Hanshin Awaji di Jepang tahun 1995, terungkap bahwa 95% korban selamat bukan diselamatkan oleh tim SAR profesional. Mayoritas korban selamat berkat upaya “Diri Sendiri” (35%), pertolongan “anggota keluarga” (31,9%), serta “teman atau tetangga” (28,1%). Data ini membuktikan bahwa faktor yang paling menentukan dalam penyelamatan diri adalah penguasaan pengetahuan yang dimiliki oleh individu itu sendiri. Kesiapsiagaan personal dan keluarga adalah kunci utama untuk selamat, bukan menunggu tim penolong resmi.

Penyuluhan Mitigasi Bencana bersama BPBD Kabupaten Trenggalek. (Foto: Istimewa)
Kebutuhan akan kesiapsiagaan individu ini sangat relevan dengan konteks lokasi KKL di Kabupaten Trenggalek. Drs. Stefanus Triadi Atmono menjelaskan bahwa Trenggalek menghadapi 12 potensi ancaman bencana. Wilayah ini didominasi oleh bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem. Sepanjang tahun 2024 saja, tercatat 323 kejadian bencana di wilayah ini. Tingginya frekuensi bencana menuntut setiap individu dan keluarga di Trenggalek untuk memiliki pemahaman dan kesiapsiagaan yang mumpuni.
Menjawab tantangan lemahnya kapasitas individu secara sistematis, Departemen Geografi UM mengembangkan penelitian yang berjudul “Pengembangan Model Instrumen Sekolah Tanggap Darurat dalam Mendukung Sekolah Tanggap Bencana Award (STB-Award) Berbasis Website di Indonesia”. Penelitian yang dipimpin oleh Dr. Purwanto, S.Pd, M.Si, ini bertujuan untuk membangun literasi kebencanaan yang berkelanjutan guna memperkuat budaya kesiapsiagaan di level sekolah. Ini merupakan langkah strategis untuk mengatasi masalah lemahnya pemahaman bencana sejak dini.
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari inovasi sebelumnya yang berfokus pada fisik, seperti tenda Sekolah Darurat Cerdas (SADAR). Kali ini, fokus dialihkan pada aspek nonfisik yang krusial untuk kapasitas individu, seperti aturan, rute evakuasi, dan model pembelajaran. Luaran utamanya adalah model instrumen berbasis web untuk mengidentifikasi tingkat literasi kebencanaan sekolah (SD, SMP, dan SMA) secara akurat. Platform digital ini akan memberikan rekomendasi terukur untuk meningkatkan kesiapsiagaan sekolah, menjawab kebutuhan akan standar evaluasi yang selama ini terbatas.
Instrumen STB-Award ini dirancang untuk membangun kapasitas individu dan sekolah melalui lima komponen utama. Komponen tersebut meliputi: (1) kesadaran risiko bencana, (2) integrasi kurikulum kebencanaan, dan (3) pelatihan simulasi bencana. Dua komponen lainnya adalah (4) ketersediaan infrastruktur dan sarana tanggap bencana, serta (5) kolaborasi dengan komunitas dan lembaga terkait. KKL di Trenggalek ini merupakan implementasi langsung dari komponen kelima, yaitu kolaborasi dengan lembaga berwenang (BPBD).

Pemahaman jalur evakkuasi di Pantai Kili-Kili Trenggalek. (Foto: Istimewa)

Rambu peringatan Kawasan rawan bencana tsunami di Pantai Kili-kili trengalek. (Foto: Istimewa)
Dalam kuliah praktisi, mahasiswa diposisikan sebagai “Agent of Change” yang berperan penting dalam penguatan kapasitas masyarakat (capacity building). Peran utama mahasiswa pada fase pra bencana adalah “menyosialisasikan pemahaman dan budaya sadar bencana kepada masyarakat, sekolah, komunitas”. Kegiatan ini sangat selaras dengan program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) yang merupakan bentuk mitigasi nonfisik24. Mahasiswa didorong untuk aktif mengangkat tema kebencanaan dalam riset, Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), dan pengabdian.
Peran mahasiswa tidak berhenti pada tahap pencegahan. Saat tanggap darurat, mereka yang terlatih dapat membantu sebagai relawan dalam operasi penanganan darurat, seperti evakuasi, pendataan penyintas, atau pengelolaan dapur umum. Mahasiswa juga dapat memberikan dukungan krusial dalam layanan psikososial atau trauma healing bagi penyintas bencana. Pada fase pasca bencana, kontribusi mereka dibutuhkan untuk pemulihan ekonomi UMKM lokal dan revitalisasi lingkungan.
Kolaborasi antara akademisi UM dan praktisi BPBD Trenggalek ini menjadi langkah strategis untuk membumikan riset dan menjawab masalah lemahnya kapasitas individu. BPBD Trenggalek berkomitmen “Siap memberikan dukungan data kebencanaan” untuk penelitian dan kegiatan mahasiswa di lapangan. Sinergi ini memastikan bahwa instrumen STB-Award yang dikembangkan dapat diimplementasikan secara efektif. Pada akhirnya, gabungan kekuatan riset, pemerintah, dan mahasiswa ini bertujuan mewujudkan masyarakat yang tangguh dan “Siap Untuk Selamat”.
Sumber Pendanaan : Dana Internal UM (Non-APBN)
Penulis : Purwanto, Corrie Teresia Purba & Moh. Wahyu Kurniawan Zain, Departemen Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang




